Kalau
saja karya harus berdasarkan pekerjaannya, pengangguran tidak punya hak untuk
berbagi buah pikirnya kepada dunia.
Ya, benar. Kalau hanya para pekerja saja yang bisa
menyumbang ide, menyumbang buah pikirnya, dan pengangguran dianggap tidak layak
untuk berpikir, belajar, serta menyalurkan pikirannya tentang suatu hal yang
membuatnya tertarik, maka kita benar-benar berada dalam kebodohan.
Kebodohan yang sangat bodoh. Manusia diberikan otak
untuk berpikir, setiap manusia memilikinya. Namun, sayangnya tidak semua orang
punya pekerjaan. Jadi, apakah otak dari orang-orang yang tidak bekerja ini
dianggap sampah?
Sangat disayangkan ketika seorang pengangguran merasa
dirinya rendah. Tidak, kok, sungguh. Kita bisa berpikir, kita punya hak yang
sama untuk menuangkan ide dan pikiran. Maka salurkan saja, meskipun bukan
kepada perusahaan, meskipun tidak mendapatkan imbalan. Konsisten dan percaya
akan hasilnya.
Bangun identitas diri yang kamu inginkan, teruslah
belajar, teruslah berlatih. Fokus. Bangun pagi, tidur sebelum tengah malam.
Kamu punya banyak waktu dibandingkan orang yang bekerja. Jujur saja, dari segi
waktu kamu memiliki keunggulan. Gunakan.
Aku tahu, jadi pengangguran memang tidak enak, apalagi
ketika harus menahan lapar dan dipaksa percaya kalau apa yang sedang kita
perjuangkan akan menghasilkan pundi-pundi uang. Namun, di satu sisi, kita
diminta untuk tidak terlalu berharap, tapi tetap terus berkontribusi, terus
mencoba.
Pengangguran hanya status. Selama kamu berusaha dan
tidak tidur saja, kamu adalah pengangguran yang terhormat. Jadi, aku pun yakin
kamu sedang berjuang, merintis sesuatu, meskipun kamu belum tahu akan jadi apa
ke depannya, akan menghasilkan apa ke depannya.
Entah apa alasanmu menganggur, aku tidak mau tahu.
Selain mencari pekerjaan tidak mudah, aku yakin beberapa dari kalian memiliki
alasan lain.
Aku yakin, telinga kalian sudah cukup panas ditanya
ada rencana apa, sudah melamar di mana saja, si itu bisa kerja kok kamu enggak
bisa, jangan jadikan sakit sebagai alasan, dan lain sebagainya. Aku tahu itu
terlampau lelah dan memperlambat kamu untuk melangkah.
Kalau saja kita diberikan kesempatan untuk setidaknya
memiliki jaminan sandang, pangan, papan, kita mungkin bisa leluasa untuk
berkarya. Berprestasi tanpa perlu banyak berpikir. Namun, tentu kita tidak
boleh memiliki mental meminta-minta, kita harus berusaha mencari jalan. Mencari
rupiah sekecil apa pun, perlahan.
Runcingkanlah pikiran kamu, jangan mau kalah dari kaum
pekerja. Kita harus tetap elegan dalam berpendapat. Perluas literasi. Membaca
juga menulis.
Jangan berkecil hati, tetaplah berkarya di mana pun
kamu berada. Semoga kelak, kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik
tiba. Paling tidak, pola hidupmu sudah terbentuk berdasarkan kedisiplinan dan
konsistensi, sehingga kamu akan lebih layak untuk mendapatkan pekerjaan
tersebut. Kamu akan lebih bisa menjalani pekerjaan tersebut.
Sampai waktu itu tiba, semangatlah. Sambil melamar,
sambil berkarya. Tidur secukupnya, jangan kurang dan jangan berlebihan. Olahraga
sempatkan, makanlah yang sehat-sehat. Tetap jaga badanmu dan rawat dengan baik.
Jangan lupa mandi setiap hari. Kesehatan mentalmu pun jangan lupa diperhatikan,
seringlah cerita, atau salurkan dalam bentuk apa pun yang positif.
Mulailah aktivitas sepagi mungkin, agar kamu punya
lebih banyak waktu untuk berkarya. Selingi dengan doa dan keyakinan yang kuat.
Maka, aku yakin kamu bisa bertahan dengan kondisi ini.
Sekian tulisan kali ini. Semoga bermanfaat. Sampai
jumpa di tulisan berikutnya.
Komentar
Posting Komentar