Punggung yang rapuh itu memiliki tulang, mereka
menyebutnya tulang punggung.
Pria dilahirkan untuk menjadi pelindung. Mungkin itu
alasannya, mereka diibaratkan menjadi tulang punggung. Keras dan solid.
Keringat adalah harga dirinya.
Harga diri pria adalah bekerja. Kutipan tersebut
memang benar adanya, tapi bukan berarti kita yang pengangguran tidak punya
harga diri. Selama kita, yang pengangguran ini tetap berkarya, meskipun belum
menghasilkan, kita tetap pantas disebut berjuang, dan layak dianggap memiliki
harga diri. Selama kita tidak menyusahkan orang lain secara berlebihan atau
bahkan merusak kenyamanan masyarakat.
Tidak setiap pria itu sama kuat, sama perkasa. Meski
tubuh mereka lemah, selama pikirannya tetap fokus dan tubuhnya dipaksa berjuang
sampai batas maksimal, maka dia tetap pria yang hebat.
Sejak kecil, pria terbiasa dengan permainan yang
kasar. Hasrat untuk memimpin, menjadi yang terbaik, bersaing, bahkan berkelahi,
pukul-pukulan. Semua yang terkait fisik adalah mainannya. Dia menangis ketika
sakit, tapi dia bangga dengan sakitnya. Dia bangga dengan luka yang dideritanya
dari perkelahian penuh harga diri, permainan yang adil, juga dalam mencapai
batas dirinya.
Batas diri tersebut selalu berusaha dia hilangkan,
meskipun tubuhnya terancam rusak. Banyak pria yang rusak, merasa dirinya
terlalu kuat. Merasa dirinya dewa yang tidak akan pernah jatuh sakit. Merokok,
minum kopi, tidak makan, bekerja tanpa henti. Pola hidup ini mungkin dari luar
terlihat sebagai pria yang gagah pejuang, tulang punggung yang pria banget.
Nyatanya itu merusak tubuhnya.
Merusak tubuh, jika itu sudah terjadi, maka keadaan
akan semakin menyulitkan. Ada beberapa yang tidak bisa bekerja, bolak-balik ke
rumah sakit, atau sampai menghabiskan tabungan keluarga.
Tulang punggung memang tugasnya bekerja, tapi ingat
juga batasan. Aku mencoba mengerti kalau kebutuhan manusia banyak, tapi coba
diseleksi kembali mana yang penting dan mana yang bisa lain kali dibelinya.
Menghargai tenagamu, salah satunya dengan mengelola keuanganmu dengan baik.
Tulang punggung merupakan peran penting dalam
keluarga. Dia tulang terkeras yang menopang jalannya sebuah keluarga. Tanpanya,
bahtera tersebut akan rapuh dan mudah saja tenggelam dalam lautan kehidupan.
Tulang punggung memang tidak sepenuhnya diibaratkan
untuk pria. Wanita juga banyak yang berperan sebagai tulang punggung dengan
beragam alasan tentunya. Namun, peran tulang punggung dalam keadaan yang ideal
diperankan oleh pria. Adapun, istri yang ingin bekerja untuk membantu
perekonomian keluarga, itu bukan dihitung nafkah melainkan sedekah. Harta istri
tetaplah harta istri.
Sebagai tulang punggung yang baik. Tentu bukan hanya
uang atau penghasilan saja yang seharusnya diberikan, melainkan menjadi seorang
imam, kepala sekolah, yang memberi teladan kepada keluarga. Memberikan mereka
kasih sayang juga perlindungan dari kejahatan serta keburukan baik fisik juga
moral. Untuk itu, tidak mudah menjadi tulang punggung, dari dulu, sampai detik
ini, peran ini tidaklah mudah. Namun, harus dijalani. Jadi, tidak bisa kita
menuntut kesempurnaan kepada orang yang telah menjadi tulang punggung tersebut.
Akhir kata, apa pun peran yang kita mainkan dalam
keluarga, itu sama-sama sulit, sama-sama penuh ketidaksempurnaan. Maka dari
itu, keluarga adalah tim yang saling mendukung dan menutupi kesalahan setiap
anggotanya.
Sekian tulisan kali ini. Semoga bermanfaat. Sampai
jumpa di tulisan berikutnya.
(Tangerang, 23 Januari 2024)
Komentar
Posting Komentar