Jika Tulisanku Tidak Lagi Menyentuhmu

Jika Tulisanku Tidak Lagi Menyentuhmu

 

Aku, tidak perlu lagi mengatakan jika

Menulis itu sulit dan menyebalkan, karena itu

Hanya akan membuatmu menyerah lebih cepat dari

Burung elang yang menemukan mangsa dari kejauhan.

 

Aku, tidak perlu lagi mengucapkan kata-kata menyebalkan karena

Kau sudah tahu sendiri, apa dan bagaimana, tentang

Menulis dan segala hal yang membuatku menyerah, tapi

Tidak aku masih di sini, belum menyerah.

 

Mungkin, tulisanku tidak akan pernah menemukanmu, atau

Kamu tidak akan pernah menemukan tulisanku, karena

Kita terjebak dengan algoritma memuakkan, lebih

Memuakkan dari gado-gado beli siang dimakan malam.

 

Puisi ini seharusnya indah, tapi tidak, aku tidak peduli, karena

Sastra itu bebas, seni itu bebas, jangan mengaturku, karena

Kau tidaklah mengerti aku, aku pun tidak mengerti kamu, karena

Kita bukan siapa-siapa, aku pun bukan siapa-siapa.

 

Jika tulisanku tidak lagi menyentuhmu, aku ingin

Kau tetap melangkah dan percaya, tulisanku akan kembali, meskipun

Cepat atau memakan waktu lama, bahkan

Mungkin sampai aku tiada di dunia.

 

Jika tulisanku tidak lagi menyentuhmu, berulang kali

Aku akan terus menulis dan menulis, mengalahkan

Algoritma dunia yang semakin menenggelamkan, aku

Dalam beragam konten yang tersebar bak buih di lautan.

 

Jika tulisanku tidak lagi menyentuhmu, aku

Berlari menujumu, membacakan apa yang sudah kutulis, meskipun

Kau enggan mendengarnya, meskipun konten media sosial itu lebih menggiurkan, tetapi

Aku tidak peduli dengan hasilnya, akan kusebarkan karyaku sampai ke telingamu.

 

Aku adalah penulis batu, sudah bertahun lamanya berada di sini, mereka

Bilang keluarlah dari zona nyaman, aku bilang

Zona nyaman kepala kau, apanya yang nyaman, aku rasakan

Perih, mumet, pusing, hampir kehilangan asa. Apa yang nyaman?

 

Aku adalah penulis malas, tidak membaca puluh ratusan buku, seperti

Kamu, kamu, kamu, maaf aku memang harus demikian, tapi

Aku tetap membaca, meskipun tidak sebanyak kamu, jadi

Mengertilah, kadang aku terlalu dituntut menulis sampai lupa membaca.

 

Aku adalah penulis, yang menulis tanpa menangis, tidak

Aku tidak bisa menangisi tulisanku, bagaimana

Bisa kubuat kau menangis? sementara

Aku sendiri tidak bisa dibuat menangis karenanya.

 

Kembali lagi, jika tulisanku tidak lagi menyentuhmu, kumohon

Sekali lagi saja, kirimkan aku bunga-bunga dalam bentuk apa pun, kutahu

Tulisan itu tetap tidak menyentuhmu, tapi

Aku sebagai penulisnya tahu kalau kau menginginkannya, kalau kau mengharapkan pertemuan dengannya, melalui bunga-bunga itu.

 

Jika tulisanku tidak lagi menyentuhmu, biarkan aku tidur di sela-sela lubang telingamu, agar

Kubisa tetap membacakan apa yang aku pikirkan langsung di kepalamu, agar

Kau tahu, aku masih hidup dan tulisanku masih dilahirkan, tapi

Keadaan ini membuat aku dan tulisanku tenggelam dalam palung ‘tak berdasar.

 

Aku tidak perlu mengulang waktu, biarkanlah aku yang dulu ada di masa lalu, mungkin

Aku yang sekarang tidak sebersinar dulu, tidak segarang dulu, tidak seluwes dulu, mungkin

Aku yang sekarang tidak sekuat dulu, tidak pula ide mengalir sederas dulu, tapi

Aku selalu ingin menciptakan karya yang baru, meskipun rasanya lelah selalu.

 

Tidak perlu kita saling berdebat, mana yang salah dan benar, aku

Tidak pernah peduli penilaian orang terhadapku, silakan saja

Kau berpendapat sesukamu, sastra dan tulisan adalah ruangan bebas untuk kau bicara, begitu juga

Aku dan segala keresahan juga berisiknya pikiranku.

 

Aku di sini, tetap menjadi aku, yang selalu berusaha dengan caranya, untuk

Memberikan yang terbaik pada tulisanku, juga untuk

Menyentuhmu dengan tulisan-tulisanku, sampai pada akhirnya

Kau tahu aku selalu ada untukmu.

 

Achmad Aditya Avery

Jakarta, 17 Februari 2025

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas Literasi untuk Perkembangan Anak bersama TBM Capung Kertas

Berkarya Lebih Lama Bukan Berarti Tidak Pernah Membuat Kesalahan

Kibor Berusia Sepuluh Tahun