Mie Ayam Pak Kumis dan Dua Makhluk Mumet yang Sedang Berbagi Cerita

Aku dan sahabatku memiliki tukang bakso langganan, dia juga jualan mie ayam. Nama tempatnya Bakso Pak Kumis. Banyak sih yang pakai nama ini kayaknya. Tempat itu sangat amat bersejarah dan kadang sampai sekarang, kami masih menyempatkan untuk datang ke sana.

Sejarah yang panjang dan menyenangkan. Kadang kenanganlah yang membuat aku menyukai tempat ini. Kenangan saat SMA, kuliah, cari kerja, kerja, sampai nganggur lagi.

Mungkin dari 2011 kami ke tempat itu. Aku ingat ketika kami waktu itu berempat, kadang bertiga, sering menginap di rumah sahabatku ini. Apa yang kita lakukan? Wah, macam-macam.

Rasanya sudah seperti saudara sendiri kalau ke rumahnya. Diajakin ngerayain ulang tahun neneknya, malam tahun baruan bareng, tidur bareng, nonton film bareng, berburu warteg bareng, dan malamnya waktu yang pas untuk berburu bakso atau nasi goreng. Salah satu pilihannya adalah bakso Pak Kumis ini.

Baksonya menurutku enak, mie ayamnya pun banyak. Paket sempurnanya adalah Mie Ayam Bakso Super, benar dah, kalau lagi galau sama lapar banget pasti pesannya itu.

Mulai dari waktu bahagia, waktu bokek, waktu senggang, waktu berkecukupan, sampai ke bokek lagi, Bakso Pak Kumis tetap menjadi favoritku walaupun masih saja ada yang bilang kurang rasanya. Namun, ya namanya selera tidak bisa dipaksa. Sampai detik ini pun aku rasanya ingin kabur dari Jakarta ke Tangerang untuk makan bakso Pak Kumis doang.

Bakso Pak Kumis mungkin satu-satunya saksi bisu dari setiap momen di hidupku. Dinding-dindingnya, botol saus, kecap, cuka, sambal, semuanya menjadi saksi curahan hati antara aku dan sahabatku.

Seperti saat aku galau karena seorang wanita yang saat ini menjadi istri. Curhat tentang rekan kerja yang kayak – ah sudahlah, sampai ke hal-hal kocak seperti kenangan-kenangan masa lalu, juga hal-hal remeh yang kita temukan di mana saja.

Waktu menjadi lebih berkualitas di sana. Waktu seolah berhenti di tempat itu. Mie ayam bakso super terasa begitu mengenyangkan. Pedasnya juga menciptakan peluh yang membuat kepala lebih ringan, selain karena dikeluarkan unek-uneknya lewat cerita.

Terakhir kali aku ke sana, sepertinya perut ini sudah tidak sanggup makan banyak. Aku hampir muntah, bukan karena tidak enak, tapi perut rasanya penuh. Benar-benar panik waktu itu. Untungnya aman-aman saja, sepertinya juga aku terlalu banyak makan saus.

Sejak saat itu, aku mulai mengurangi porsi sambal dan saus yang biasanya ugal-ugalan. Bukan apa-apa, usiaku sudah kepala tiga, sudah saatnya menjaga pola makan dan memulai hidup sehat. Usia segini rentan sakit, walaupun terbilang masih muda. Beda sih ya, enggak kayak orang tua atau nenek kakek kita, kayaknya awet gitu sampai tua masih segar bugar.

Ya, mungkin juga karena pola makan juga, termasuk sebenarnya makan bakso terlalu sering. Jadi, kurasa aku akan pergi ke sana kembali jika bisa dengan sahabatku, ketika benar-benar menginginkannya, dan membutuhkan teman bercerita.

Dua makhluk mumet makan mie ayam bakso super Pak Kumis dengan cerita-cerita yang membuat dada bergemuruh, membuat kepala makin mumet, tapi lega setelahnya, adalah sebuah legenda yang muncul dari Tangerang. Aku sih yang bikin legenda ini.

Terima kasih kepada sahabatku yang telah memberi kata kunci ‘mie ayam’. Benar saja, yang terpikir olehku adalah mie ayam bakso super lejen Pak Kumis dengan kuah tumpeh-tumpehnya.

Kau biasanya sih pesannya yang biasa, bukan bakso super. Itulah kenapa lebar perut kita berbeda. Mari tertawa.

 

Achmad Aditya Avery

Jakarta, 18 Februari 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas Literasi untuk Perkembangan Anak bersama TBM Capung Kertas

Berkarya Lebih Lama Bukan Berarti Tidak Pernah Membuat Kesalahan

Kibor Berusia Sepuluh Tahun