Selasa, 01 Oktober 2019

Tentang Kesehatan Mental

Tentang kesehatan mental.

Duduk dan bacalah dengan baik sembari menyeruput kopimu, Sayang. Aku ingin bicara kepada dunia dan juga para debu dan penghuninya.

Tidak, aku menulis ini bukan untuk meminta dikasihani. Aku hanya ingin memberi sedikit semangat untuk kalian yang masih ragu untuk berbicara, yang masih terkekang oleh stigma, yang masih menganggap bahwa penyakit mental itu aib, kelemahan, atau semacamnya.

Tidak, Sayang.
Aku ingin memberitahumu, bahwa itu adalah penyakit. Kalian tahu batuk, pilek, demam, keseleo, mata ikan, diare, tumor, kanker, dan lain sebagainya?
Yep, itu penyakit. Terlepas dari apa penyebabnya, viruskah, bakterikah, atau kecerobohan kita. Terserah, judulnya itu penyakit. Ada yang ringan, ada juga yang berat.

Itulah, Sayang.
Kepala kita, mental kita, juga bisa berpenyakit.
Sangat menyedihkan memang, ketika orang-orang menganggap kita kurang ibadah, kurang dekat kepada Tuhan, kurang liburan, dan lain sebagainya.

Pedihnya lagi, ketika ada yang bilang, penyakit kita itu cuma pikiran kita saja, penyakit kita itu dibuat-buat.

Rasanya?
Kalian kena demam, tapi kalian hanya disuruh dekatkan diri kepada Tuhan, atau main game untuk hiburan, tanpa diobatin. Bagaimana rasanya?

Berobat itu usaha, menjaga makanan atau nutrisi itu usaha, meminum vitamin, olahraga, dan lain-lain itu juga usaha. Iya kan?

Coba gimana rasanya kamu demam, atau mungkin sakit paru-paru atau asma mungkin, terus ada yang bilang, "Ah, itu mah kamu saja dibuat-buat. Dokternya saja itu yang mengada-ada biar dapat penghasilan." Sakit enggak digituin? Dokter juga, kalian tersinggung enggak mendengarnya?

Sama, kami juga. Kami sakit dan semakin sakit mendengar beberapa dari manusia menanggapi kami seperti demikian. Padahal apa, kami sakit, mulai dari yang ringan hingga berat, stres, depresi, anxiety, bipolar, skizofrenia, apapun itu. Ada yang cepat sembuh, butuh rawat inap, bahkan ada yang menyebabkan kematian. Dan psikolog juga psikiater adalah seorang ahli di bidangnya, dokter di bidang ini.

Bukankah Tuhan meminta kita untuk berusaha? Dan ini adalah usaha kami, pergi ke sana, konsultasi, berobat. Apa ada yang salah?

Mengapa kalian alergi dengan kata penyakit jiwa?
Sama, semuanya sama-sama penyakit. Dan ada obatnya.

Untuk kalian yang di sana, di ujung sana, di pojok sana, di kegelapan sana. Aku tahu dan aku pernah, bahkan masih berada di sana. Bersuaralah, carilah bantuan, kemarilah, tunjukkan. Kalian membutuhkannya, pendengar, dan beberapa membutuhkan pertolongan, membutuhkan dokter.

Jangan takut, kalian tidak sendiri.
Berjuanglah.
Meski aku tahu kata berjuang sudah terlalu basi untuk kalian yang berjuang setiap hari dengan kepala kalian, dengan suasana hati kalian, dengan hari-hari menyebalkan kalian.

Aku mencintai kalian.
Tetap hidup dan mari sembuh bersama.

Rabu, 12 Juni 2019

[PUISI] Maaf, Bahuku Tak Setegar Milikmu


[PUISI] Maaf, Bahuku Tak Setegar Milikmu

Mari belajar untuk tidak peduli
Untuk siapa puisi ini terlukis kembali
Lembaran-lembaran maya yang mati
Perlahan hidup kembali

Begitu terulang begitu saja
Awal penuh bara
Berakhir redup hampir tak guna
Namun, jangan menyerah begitu saja

Aku hanya menulis kata polos yang biasa didengar dunia
Bak bocah yang secara sederhana meminta permen pada ibunya
Atau seorang mahasiswa yang dengan wajar ingin lulus secepatnya
Atau seorang yang khawatir akan kemampuan untuk menikahi pujaan hatinya

Sesederhana itu
Hidupku mungkin bagimu
Tak sesulit menghancurkan seluruh tower-ku
Pada sebuah permainan yang kau banggakan itu

Apa yang akan kulakukan dua tahun kemudian
Bertaruh kau, akankah masih berjudul kenikmatan
Aku adalah salah satu pasukan pemalas yang merajam impian
Yang bahkan tak tahu saat itu kau mungkin sudah merajam pernikahan

Sementara aku masih bergelut dalam keklasikan keuangan, berakhir perawan
Mungkin tiga puluh tahunan
Aku masih berkutat pada masalah akhir bulanan
Tentang kemaraunya dompet yang kau dewakan

Ayah, Ibu, atau siapa pun di sana
Maafkan bahuku tak setegar milikmu, miliknya
Maafkan aku, layaknya batu tapi selembut busa
Maafkan aku, yang miskin kuasa

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 5 Februari 2018)

[PUISI] Aku Bersama Klasiknya Mencintaimu


[PUISI] Aku Bersama Klasiknya Mencintaimu

Aku ingin tertawa
Juga menangis di waktu yang sama
Waktu ketika aku mengenal senja
Mengenal hujan, yang biasa dianggap peluntur air mata

Aku tak paham mengapa rasa ini begitu sederhana
Menuliskan apa yang kumau, seisi kepala
yang berisikan dirimu saja
Bersama lantunan-lantunan yang melalaikan asa

Aku penulis seenaknya
Yang berharap dengan segumpal cinta
Menulis puisi buruk rupa
Dapat menikah denganmu lalu bahagia

Bagaimana nian sebuah teladan
Aku telah kalah oleh rasa tanpa bendungan
Rontok sudah roda rem untuk hindarkan
Perasaan

Salahkah jika aku ucapkan
Setiap hari, minggu, bulan
Tentang kalimat singkat pengharapan
Merajam mesra rahasia masa depan

Dimulai dari, aku
Yang dengan polosnya, mencintaimu
Dan dalam kelam malam, maukah kamu
Dengan utuh, menikah denganku?

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 23 Januari 2018)

[PUISI] Kulkas Pinggir Jalan


[PUISI] Kulkas Pinggir Jalan

Kau tahu rasanya melihat itu
Seorang bocah pengangkut karung besar duduk menunggu
Entah apa isi karung tersebut, botol, sampah, mungkin bekas dirimu
Kau yang membawa buku kuliah sudah mengeluh begitu

Tentang sebuah tulisan di pintu kaca minimarket pinggir jalan
Yang melarang pengunjung memberi kepada bocah duduk dekat pintu depan
Aku paham, zaman sekarang banyak para sialan menyalahgunakan perhatian
Namun apakah pantas membuat pedih mereka, yang benar-benar membutuhkan

Aku tak biasa menyalahkan, kuyakin semua sudah berjuang sebisanya
Memberantas kemiskinan, kesenjangan, apapun namanya
Juga aku pun mengerti, takut kebiasaan jika terlalu sering diberi
Bagaimana bicara kesejahteraan? Jauh sekali

Aku pernah mendengar sebuah cara indah lagi menghargai
Dibanding kita saling menyalahi apalagi menghakimi
Bagaimana jika membuat kulkas pinggir jalan berisi makanan
Setiap orang bisa berbagi tanpa bicara siapa yang membutuhkan

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 27 September 2017)

[PUISI] Jangan Percaya Penulis


[PUISI] Jangan Percaya Penulis

Apa yang kukatakan, jangan melulu kau anggap kebenaran
Jangan tersesat kau para pencari hikmah dalam rerumputan
Kata-kata tak selamanya menjadi cermin, meski itu menyejukkan
Penulis pun tak selamanya tegar, meski kata-katanya mengharukan

Kau akan menemukan duri dalam segumpal awan
Menemukan patah dalam setiap kokoh pemikiran
Menemukan kalah dalam setiap kemenangan
Menemukan luka dalam peluk kebahagiaan

Mereka pun aku, mengukir cinta
Dari segerombol kata yang dicuri dari maya
Dari cerita khayal yang tercipta
Hingga kutipan duka, harapan untuk bahagia

Mereka pun aku, mengukir cinta
Dari pekat aroma kopi pagi buta
Dari kenangan senja yang jingga
Untuk membuat wanita takluk tergoda

Jika kau percaya, penulis tak hanya mengukir cinta
Dari sembarang nama yang dia suka
Mereka pun mengukir luka, dari setiap kebodohan yang tercipta
Hanya jika kau percaya, penulis dapat melakukan itu semua

Mereka membunuh karakter lalu membuangnya
Merebus tawa setiap orang yang melukainya
Terbuang dalam keabadian, percik penyesalannya
Hingga habis sudah kata maaf untuknya

Jangan percaya penulis, menyerah saja
Jika senang kau telan semua kata yang diucapkannya
Tanpa mengenal luka pun bahagia sejatinya
Tanpa peduli luka pun bahagia sebenarnya

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 25 September 2017)

[PUISI] Pak Ogah, Ajari Aku Menikmati Hidup


[PUISI] Pak Ogah, Ajari Aku Menikmati Hidup

Pagi itu mesra sudah aku tertembak panasnya jalan
Tak dapat kutolak, kuhadapi sudah hubungan tak terharapkan
Motor kulaju secepatnya, melindungi uang konsumsi, cukup untuk jajan
Hari berbalut keluh selama ini tak pernah terlepaskan

Dia, sebut saja Pak Ogah, tak semuanya botak kepala
Penghibur lara di pertigaan dekat kantor, ketika hampir tiba
Kusaksikan dia selalu menari, sembari menuntun kendaraan yang ada
Wajahnya asik, nikmat sekali hidupnya kurasa

Di dekat rumahku, Pak Ogah yang sudah cukup tua
Habis aku diberi pelajaran hidup olehnya
Rendah hati luar biasa, ketika ke masjid mengenakan pakaian terbaiknya
Tentu dengan semangat bak jiwa-jiwa muda

Satu lagi, kujumpa
Dia, Pak Ogah yang selalu terlihat baik-baik saja
Tanpa alas kaki, sesak rasanya dada
Tak tahu berapa dia dapat dari jasanya

Satu hal yang kita tahu
Macet membuat hati tersulut, memarahi tak pandang bulu
Pak Ogah, berusaha mengurai itu
Apalagi di gang kecil yang kuharap tak ada mobil melulu

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 22 September 2017)

[PUISI] Tentang Kopi dan Jari Manis


[PUISI] Tentang Kopi dan Jari Manis

Aku selalu jatuh cinta pada kopi
Bukan karena seorang penulis yang selalu dikaitkan dengan kopi
Insomnia, senja, bunga, rintik hujan, itu pun ini
Aku menyukai kopi, tapi tak begitu sejati

Tentang rasa yang selalu singgah menyapa
Pergi bak bocah pemecah jendela
Aku selalu kesal pada kemunculan mereka
Tapi selalu suka melihat anak-anak nan ceria

Begitu pun cinta
Kusuka dia berjuta rasa
Ketika ditinggal sang pendosa rasa
Habis sudah seolah hidupku tak berharga

Bodoh, izinkan kumemakimu
Jari manismu tak mau tahu
Dia cinta benar atau dusta
Asal ketika akad kau bersamanya

Cukup usai pamerkan gaun, tubuh, jelita
Tampan, kaya, kekar, terhormat keluarganya
Aku tak mau menjelaskan setelahnya
Sombong, angkuh, beradu ego tak guna

Aku hanya menyukai kopi
Yang kadang juga tak sejati
Jika bisa memlih aku ingin jemari manis ini
Mengenakan cincin serupa denganmu sembari memeluk secangkir kopi

Duduk di teras rumah kita
Bersama, tak ada lagi masa lalu yang mengganggu kita
Aku pencemburu yang bisa saja mengamuk tanpa rasa
Memecahkan segelas kopi, dan tak lagi mau mengingat semua

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 22 September 2017)

[PUISI] Bilah Pedas Penantian


[PUISI] Bilah Pedas Penantian

Kusapa kau malam
Tentang seorang yang terbenam
Semula menyinari hari
Kini pergi dengan gelap mengiringi

Kau tahu apa cinta
Tentang puisi yang tenggelam bersama senja
Tak lagi kudengar manis sapa
Kisah cinta klasik para remaja

Aku berdiri tegak mendayu
Menatap bunga setengah dungu
Kulempar sajak, dia hanya tersipu
Lalu pergi tanpa jejak sepatu

Aku benamkan langkahku
Bersembunyi di balik penantian mendayu
Dengan polos dilempar olehnya sapa untukku
Kujawab, dia menghampiri, hati ini pun mulai tersipu
Sayang,dia menyapa pria di belakangku
Habis sudah kumalu

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 19 September 2017)

[PUISI] Penjual Kerupuk dan Gelapnya Jalan


[PUISI] Penjual Kerupuk dan Gelapnya Jalan

Suram sudah kubayangkan
Bagaimana berjalan dalam gelapnya jalan
Bukan karena tiadanya lampu jalan
Namun, karena mata terpejam tanpa disengajakan

Bagaimana lima belas ribu hingga dua puluh ribu
Dapat menggerakan hatinya untuk menumpas ragu
Tanpa peduli malu pun takut akan penjahat yang mudah memburu
Penjahat tak berhati yang tega melakukannya padamu

Tongkat bak lampu pijar penentu arah
Trotoar jalan menjadi pembatas nan pantang lelah
Bersalaman dengan tongkat saling menandakan
Bahwa kau masih berada di jalan yang diharapkan

Tentangmu, penebas bisu hatiku
Hati-hati kami yang masih berkerumun ragu
Menikmati perjalanan terjal sedikit saja tak mau
Seharusnya kami lebih bisa, juga lebih mampu

Sebatas melangkahkan kaki ke masjid pun ampun beratnya
Padahal sempurna mata, motor pun tak kalah hebatnya
Tak sampai harus meraba aspal, hanya duduk saja
Malasnya luar biasa

Aku iri, akan keterbatasanku yang tak seberapa
Terima kasih atas pengingatnya
Seharusnya gagal dan gelapnya masa depan tak apa
Seperti kau yang tak peduli gelap, berjalan saja

Kudoakan rezekimu tak pernah putus menyapa
Semoga sehat selalu, inspirasi besar para pemuda juga tua
Mari berjanji untuk tidak menyerah pada kenyataan yang ada
Mari cipta dunia yang indah penuh makna

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 17 September 2017)

[PUISI] Sajak untuk Para Pembunuh


[PUISI] Sajak untuk Para Pembunuh

Ini adalah hal yang paling kubenci
Menyapa mesra para bedebah tak berhati
Mereka para pembunuh dengan alasan sana sini
Motif klasik ekonomi hingga yang paling biadab sekali

Sebuah kamar mewah lagi wangi
Sepasang suami istri tertidur pulas menanti pagi
Datang para bedebah yang kusapa tadi
Bertingkah bak malaikat maut, membunuh sepi

Jeritan tak biasa, tak terdengar warga
Ingin keluar pun tak bisa
Tancap pisau itu mengenai dada
Entah di mana perih mengantarnya

Tentang seorang pria
Suami juga seorang ayah, beribadah menunaikan kewajibannya
Para bedebah yang termakan isu agama
Termakan bodohnya alibi para bedebah raksasa
Terorisme yang dikaitkan dengan agama
Entah disuntik kopi jenis apa otaknya

Melangkahlah pria yang belum tentu berdosa
Tak jauh dari masjid peluru menancapnya
Panasnya hati tak sempat berkata
Tentang bagaimana nasib istri dan anaknya

Tentang mereka yang terusir dari tempat tinggalnya
Di bawah tatapan peraih penghargaan perdamaian dunia
Membiarkan para anak-anak dan wanita berserakan menjadi mayat penuh noda
Juga yang tergeletak memeluk laut dengan kesejukannya

Tentang kisah yang tak terlihat berita
Entah kalian bedebah yang merenggut nyawa di jalan raya
Pun tempat sepi di malam juga siangnya
Dengarkan dan baca, perih yang para korban rasa
Paham, hidup terkadang membuat jiwa kita gila
Sadarlah, membunuh bukan pilihan sebijak-bijaknya

Bisa saja kalian, para bedebah, bebas berserakan
Merasa puas mendapat uang untuk membeli banyak belanjaan
Atau merasa tenang sementara dari kejaran sang tagihan
Atau puas telah menenggak racun akibat cemburu pun kebencian
Atau parahnya memang kalian memiliki kegemaran demikian

Kembalilah, kepada jiwa yang tenang lagi menyejukkan
Hiduplah dengan penuh syukur, tak usah melihat mereka yang memamerkan
Lihat ke bawah, masih banyak yang terjerat kemiskinan
Kau seharusnya membantu mereka, bukan mencipta keresahan
Jadilah manusia bermanfaat, jadilah pahlawan
Meski sekali pun kau akan dibuat mati kelaparan

Ingatkan saudara kalian, untuk berhenti menunaikan pembunuhan
Kuharapkan sukses selalu kau bedebah, yang kuharap menjadi pahlawan

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 13 September 2017)

[PUISI] Aku, Kopi, dan Para Pemimpi


[PUISI] Aku, Kopi, dan Para Pemimpi

Pagi ini tak ada beda
Kisah klasik tentang dompet kering penuh noda
Sudah lama sekali semenjak gaji itu nyata
Dan mulai kugandeng kopi bagai penggantinya

Juni itu, kucoba menjadi sebodoh-bodohnya
Pemimpi yang tidak lagi muda
Pemimpi yang seenaknya saja
Padahal tak tahu apa yang ada di depannya

Bunga bangkai yang berlagak bak Rosalia
Dengan alasan penghibur, pemberi manfaat pada manusia
Padahal menjadi bunga bangkai saja
Banyak manfaatnya

Aku si gila, yang tiap hari berbicara pada kopi
Berdiskusi tentang ribuan khayal pun mimpi
Tentang dia, tentang dunia, tentang mereka yang mati
Oleh mereka yang mengaku manusia, tanpa hati

Duhai kopi yang menemani para pemimpi
Mereka yang hampir punah melindungi
Keyakinannya yang penuh konflik sana pun sini
Mereka yang kadang harus percaya sendiri

Duhai kopi yang menemani para pemimpi
Hitam pekat menenangkan gelapnya hari
Ketika mereka dipaksa secara halus untuk lari
Dari tempatnya berdiri

Duhai kopi yang menemani para pemimpi
Aku dan mereka mungkin tak abadi
Setidaknya pukulan kami harap menggemparkan dunia ini
Dengan karya pun prestasi

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 12 September 2017)

Senin, 10 Juni 2019

[PUISI] Untukmu yang Akan Melepas Lajang


[PUISI] Untukmu yang Akan Melepas Lajang


Waktu begitu lugu membawamu
Membawa juga kepingan dariku
Sahabatku,
Akhirnya kau memecah jam pasir itu

Penantian pun tinggal menghitung hari
Aku senang sekali mendengar kabar ini
Kau adalah pejuang cinta sejati
Mencubit para penggombal yang tak juga menikahi
Termasuk aku sahabatmu yang agak rusak ini

Terima kasih kuucapkan juga
Kau telah membuatkan kendali bahtera
Pada kepalaku yang hampa
Tanpa tujuan yang nyata

Terima kasih, kau telah melemparku
Dari lelapnya tidur dan mimpi tentang senandung rindu
Tak ada solusi mencinta selain menikahi, obat para perindu
Doakan segera aku gali tambang emasku
Agar segera kusapa penghulu
Sama seperti kau yang akan melepas lajangmu

Bahagia selalu
Duhai insan pejuang malu
Memperlakukan cinta nan penuh akan haru
Mengemas dalam kertas indah tanpa kelabu

Achmad Aditya Avery
(Tangerang, 11 September 2017)

Rabu, 01 Mei 2019

Terjemahan Lirik: Linkin Park - Somewhere I Belong


"Somewhere I Belong"

[Mike Shinoda (Chester Bennington):]
(When this began)
I had nothing to say
And I'd get lost in the nothingness inside of me
(I was confused)
And I let it all out to find
That I'm not the only person with these things in mind
(Inside of me)
But all the vacancy the words revealed
Is the only real thing that I've got left to feel
(Nothing to lose)
Just stuck, hollow and alone
And the fault is my own, and the fault is my own

[Chester Bennington:]
I wanna heal, I wanna feel what I thought was never real
I wanna let go of the pain I've felt so long
(Erase all the pain 'til it's gone)
I wanna heal, I wanna feel like I'm close to something real
I wanna find something I've wanted all along
Somewhere I belong

[Mike Shinoda (Chester Bennington):]
And I've got nothing to say
I can't believe I didn't fall right down on my face
(I was confused)
Looking everywhere only to find
That it's not the way I had imagined it all in my mind
(So what am I?)
What do I have but negativity
'Cause I can't justify the way, everyone is looking at me
(Nothing to lose)
Nothing to gain, hollow and alone
And the fault is my own, and the fault is my own

[Chester Bennington:]
I wanna heal, I wanna feel what I thought was never real
I wanna let go of the pain I've felt so long
(Erase all the pain 'til it's gone)
I wanna heal, I wanna feel like I'm close to something real
I wanna find something I've wanted all along
Somewhere I belong

I will never know myself until I do this on my own
And I will never feel anything else, until my wounds are healed
I will never be anything 'til I break away from me
I will break away, I'll find myself today

I wanna heal, I wanna feel what I thought was never real
I wanna let go of the pain I've felt so long
(Erase all the pain 'til it's gone)
I wanna heal, I wanna feel like I'm close to something real
I wanna find something I've wanted all along
Somewhere I belong

I wanna heal, I wanna feel like I'm somewhere I belong
I wanna heal, I wanna feel like I'm somewhere I belong
Somewhere I belong


Terjemahan:
Dimana Aku Seharusnya Berada

(Ketika ini dimulai)
Tidak ada yang kukatakan
Dan tersesat dalam kehampaan di dalam diri
(Aku bingung)
Dan kubiarkan semua pergi untuk menemukan
Bahwa bukan hanya aku yang memikirkan hal-hal ini
(Dalam diriku)
Tapi kekosongan dari kata-kata pun terungkap
Satu-satunya kenyataan yang tersisa untuk dirasakan
(Tidak ada ruginya)
Hanya terjebak, kosong, dan sendirian
Dan kesalahan itu milikku, dan kesalahan itu milikku

Aku ingin sembuh, aku ingin merasakan apa yang kupikirkan itu tidak pernah nyata
Aku ingin melepas sakit yang telah begitu lama kurasa
(Hapus semua sakit sampai lenyap)
Aku ingin sembuh, ingin merasakan aku dekat dengan sesuatu yang nyata
Aku ingin menemukan sesuatu yang selama ini kuinginkan
Dimana aku seharusnya berada

Dan tidak ada yang bisa dikatakan
Aku tidak percaya, aku tidak jatuh tepat di wajahku
(Aku bingung)
Mencari di mana pun hanya untuk menemukan
Bahwa ini tidak seperti yang kubayangkan dalam pikiran
(Jadi, aku ini apa?)
Apa yang kupunya selain pemikiran negatif
Karena aku tidak bisa membenarkannya, semua orang menatapku
(Tidak ada ruginya)
Tidak ada untungnya, kosong, dan sendirian
Dan kesalahan itu milikku, dan kesalahan itu milikku

Aku ingin sembuh, aku ingin merasakan apa yang kupikirkan itu tidak pernah nyata
Aku ingin melepas sakit yang telah begitu lama kurasa
(Hapus semua sakit sampai lenyap)
Aku ingin sembuh, ingin merasakan aku dekat dengan sesuatu yang nyata
Aku ingin menemukan sesuatu yang selama ini kuinginkan
Dimana aku seharusnya berada

Aku tidak pernah tahu diriku sampai aku melakukannya sendiri
Dan aku tidak merasakan apapun, sampai lukaku sembuh
Aku tidak pernah menjadi apapun sampai aku melepaskan diri
Aku akan melepaskan diri, aku akan menemukan diriku hari ini

Aku ingin sembuh, aku ingin merasakan apa yang kupikirkan itu tidak pernah nyata
Aku ingin melepas sakit yang telah begitu lama kurasa
(Hapus semua sakit sampai lenyap)
Aku ingin sembuh, ingin merasakan aku dekat dengan sesuatu yang nyata
Aku ingin menemukan sesuatu yang selama ini kuinginkan
Dimana aku seharusnya berada

Aku ingin sembuh, aku ingin merasa seperti dimana aku seharusnya berada
Aku ingin sembuh, aku ingin merasa seperti dimana aku seharusnya berada
Dimana aku seharusnya berada

Translated by @aditya_avery