Perjalanan

Perjalanan

Hei diriku, kita berjumpa lagi ya.

Aku tahu kamu sedang down. Berhubung sudah malam jangan kamu ambil kopimu ya, nanti tidak bisa tidur.

Sambil menunggu kamu mengantuk.

Aku akan bercerita singkat tentang perjalananmu hingga sampai dengan detik ini. Lagi dan lagi, karena aku menyukainya.

"Untuk apa kamu menjadi penulis? Mendingan kamu fokus saja ke karir kamu. Cari pekerjaan yang sesuai dengan jurusan kamu. Fokus."

Ya, aku sudah pernah dengar kalimat itu. Baik dari orang lain dan juga dari diri kamu sendiri, serta dari bisikan-bisikan tidak bertanggung jawab yang terus menghantuimu selama kamu berjuang, berkeringat, pegal, lelah dalam proses menulismu.

Aku tahu, kamu tidak mau menulis berakhir sama seperti menggambar. Kamu tidak ingin kalah lagi memperjuangkan apa yang kamu suka. Untuk itu, kamu berjuang habis-habisan. Membuktikan.

Kamu sudah berjuang melakukan keduanya. Menulis dan juga apa yang diajarkan oleh jurusanmu. Itu sangat manis dan indah. Sudah cukup, tidak perlu kamu menjelaskan lagi, aku tahu kamu sudah berjuang. Dan tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana kamu bisa berakhir seperti ini. Toh, siapa peduli, kamu masih berjuang kan?

Hanya saja kamu sedang down. Aku tahu, untuk itulah aku di sini.

Aku punya gambar dari perjalanan selama kamu menulis mulai dari kumpulan puisi Anggap Saja Kucing Liar sampai projek yang sedang kamu kerjakan. Lihatlah, betapa kamu tanpa sadari sudah berjuang sejauh ini.

2011, 2014, 2016, 2017, 2019, 2020, beberapa tahun ini kamu semakin konsisten saja membuat minimal satu buku kumpulan puisi. Selamat dan lihatlah lalu renungkan orang-orang yang berterima kasih padamu karena kamu telah menuliskan sesuatu yang membuat mereka bertahan, berubah, atau bersemangat.

Keberadaanmu dan tulisanmu bukanlah omong kosong.

Kamu nyata meskipun tubuh dan kepalamu serentak membuatmu jatuh terlelap, malas mereka bilang.

Bangkitlah, tidak masalah seberapa banyak karya yang kamu tuliskan. Aku ingin kamu terus menulis.

Aku menunggumu, diriku.

Tetap bersemangat ya tapi jangan memaksakan diri.

Achmad Aditya Avery

26 Oktober 2020

[PUISI] Dari Sekian Drama, Aku Memerankan Puisi

[PUISI] Dari Sekian Drama, Aku Memerankan Puisi

Link: https://www.idntimes.com/fiction/poetry/achmad-aditya-avery/dari-sekian-drama-aku-memerankan-puisi-c1c2/full

Biar kutunjukkan pelukan hangat

Dalam balut klasik matahari senja di Barat

Aku tidak lahir untuk mengikuti

Ucap seorang yang memainkan pengeras suara sesuka hati

Aku kenal, mereka yang tertawa demi menutup luka

Aku kenal, mereka yang menangis demi memulung tawa

Aku kenal, pemeran drama lihai, yang menusukku begitu nyata

Dan kini kududuk dengan tatap datar, menatap kisahnya

Kau yang berhias nada

Mencium mesra pasanganmu yang entah siapa

Memeluk sedih, boneka yang baru saja dibeli

Menatap lelah layar, yang dari sana kau dapat membeli rasa

Pemain drama yang terlewat jenius, membuang naskah

Menertawakan mereka yang marah

Kuberdiri, kuhampiri, kuberi kertas yang sudah dikawini tangan

Sambil tertawa, mereka membanting kertas berisi kata-kata yang berdekatan

Aku marah, lalu bertepuk tangan

Berteriak, drama yang bagus, Kawan

Mereka pun tertawa, puisi yang menyedihkan

Kami bahkan lupa cara menangis, Kawan

Achmad Aditya Avery

2 Mei 2018

[PUISI] Merintih Maju

[PUISI] Merintih Maju

Link: https://www.idntimes.com/fiction/poetry/achmad-aditya-avery/kumpulan-puisi-c1c2-143/full

Mari kita menyapa

Masa depan tidak bersahabat, jutek luar biasa

Apabila disapa, tiada balik menyapa

Acuh tiada mau bertemu, pedihnya

Aku selalu berada pada masa kini

Sembari berjalan mundur, menatap masa lalu

Tiada rela aku pergi

Sebelum merangkulmu bersamaku

Inginku, untukmu, masa laluku

Pergilah bersamaku ke mana pun aku

Aku menggunakan banyak aku

Karena selalu menatap wajah pedih aku ketika merindu kamu

Bahagiakah kamu?

Syukurlah jika iya, aku harap begitu

Lisan dan prinsipku, selalu mengikhlaskanmu

Memilah memilih, pergi memiliki, siapapun meski bukan aku

Namun tidak dengan jiwa, hati, atau apapun namanya

Aku tiada suka, jika kau bersama lainnya, tertawa

Di satu sisi aku buat kau menunggu

Di satu sisi aku buat aku tidur seperti batu

Memperjuangkanmu

Dan keadaan tiada mendukungku

Mengapa begitu menyesakkan jika kau ikut menungguku?

Aku benci, karena tiada bisa, tiada pernah menyentuhmu lagi

Aku hidup bersama rintihan yang bergerak polos menombak luka bekas rindu

Berdarah, memar, aku memikirkanmu yang mungkin semakin membenci

Aku di sini, mensyukuri tawamu

Apa kau merasakan pedas ini?

Cerialah, aku jatuh cinta padamu sedalamnya laut biru

Biarkan lelah ini menampar tatap jijik dunia, bisakah aku bersamamu lagi?

Selamanya, tiada cemburu, tiada cinta yang mati

Hanya kau menatapku, dan aku menatapmu

Abaikan dunia, mulai bergurau hingga pagi

Merintih maju, melewati setiap indah sesak hubunganku denganmu

Achmad Aditya Avery

Tangerang, 13 April 2018