Senin, 27 Januari 2020

[PUISI] Dari Sekian Drama, Aku Memerankan Puisi


[PUISI] Dari Sekian Drama, Aku Memerankan Puisi

Biar kutunjukkan pelukan hangat
Dalam balut klasik matahari senja di Barat
Aku tidak lahir untuk mengikuti
Ucap seorang yang memainkan pengeras suara sesuka hati

Aku kenal, mereka yang tertawa demi menutup luka
Aku kenal, mereka yang menangis demi memulung tawa
Aku kenal, pemeran drama lihai, yang menusukku begitu nyata
Dan kini kududuk dengan tatap datar, menatap kisahnya

Kau yang berhias nada
Mencium mesra pasanganmu yang entah siapa
Memeluk sedih, boneka yang baru saja dibeli
Menatap lelah layar, yang dari sana kau dapat membeli rasa

Pemain drama yang terlewat jenius, membuang naskah
Menertawakan mereka yang marah
Kuberdiri, kuhampiri, kuberi kertas yang sudah dikawini tangan
Sambil tertawa, mereka membanting kertas berisi kata-kata yang berdekatan
Aku marah, lalu bertepuk tangan
Berteriak, drama yang bagus, Kawan

Mereka pun tertawa, puisi yang menyedihkan
Kami bahkan lupa cara menangis, Kawan

Achmad Aditya Avery
2 Mei 2018

[PUISI] Merintih Maju


[PUISI] Merintih Maju

Mari kita menyapa
Masa depan tidak bersahabat, jutek luar biasa
Apabila disapa, tiada balik menyapa
Acuh tiada mau bertemu, pedihnya

Aku selalu berada pada masa kini
Sembari berjalan mundur, menatap masa lalu
Tiada rela aku pergi
Sebelum merangkulmu bersamaku

Inginku, untukmu, masa laluku
Pergilah bersamaku ke mana pun aku
Aku menggunakan banyak aku
Karena selalu menatap wajah pedih aku ketika merindu kamu

Bahagiakah kamu?
Syukurlah jika iya, aku harap begitu
Lisan dan prinsipku, selalu mengikhlaskanmu
Memilah memilih, pergi memiliki, siapapun meski bukan aku

Namun tidak dengan jiwa, hati, atau apapun namanya
Aku tiada suka, jika kau bersama lainnya, tertawa
Di satu sisi aku buat kau menunggu
Di satu sisi aku buat aku tidur seperti batu
Memperjuangkanmu
Dan keadaan tiada mendukungku

Mengapa begitu menyesakkan jika kau ikut menungguku?
Aku benci, karena tiada bisa, tiada pernah menyentuhmu lagi
Aku hidup bersama rintihan yang bergerak polos menombak luka bekas rindu
Berdarah, memar, aku memikirkanmu yang mungkin semakin membenci

Aku di sini, mensyukuri tawamu
Apa kau merasakan pedas ini?
Cerialah, aku jatuh cinta padamu sedalamnya laut biru
Biarkan lelah ini menampar tatap jijik dunia, bisakah aku bersamamu lagi?

Selamanya, tiada cemburu, tiada cinta yang mati
Hanya kau menatapku, dan aku menatapmu
Abaikan dunia, mulai bergurau hingga pagi
Merintih maju, melewati setiap indah sesak hubunganku denganmu

Achmad Aditya Avery
Tangerang, 13 April 2018