Jumat, 18 Agustus 2017

Puisi Sahabat Sibookie - Eforia Kemerdekaan


Hai, selamat sore semuanya.

Hari ini aku (tenang, bukan ingin bicara sendiri kok, 'Iya engga?' 'Yoi!') tapi kali ini mau berbagi sesuatu yang spesial di hari yang spesial, yah meski lewat sehari sih. Eh, tapi kan dipostnya kemarin. 

Langsung saja, kita awali dengan mengenalkan komunitas membaca kita, yang diberi nama Sahabat Sibookie, baru lahir sih tapi semangatnya insya Allah tidak kalah dengan yang tua. Nah, kemarin di grup whatsapp mendadak ada bocah ingusan yang mau mengadakan menulis puisi beruntun dari jam 06.00 hingga jam 18.00 di hari kemerdekaan Republik Indonesia kita tecinta. Namun, si ingusan ini malah bangun kesiangan dan baru bisa menuliskan puisinya pukul 07.00 dan disusul oleh beberapa anggota Sahabat Sibookie yang alhamdulillah masih menyempatkan waktunya menulis meski kesibukan yang luar biasa mewarnai hari mereka. Aku si ingusan pun pengangguran sangat amat mengapresiasi mereka semua. Good job buat kalian, tervaaaiggggh (bahasa aliennya).

Oke, berikut puisi yang telah disusun kembali oleh Mbak Tendry Light, salah satu anggota nan selalu ceria, meski dengan sekian kesibukannya.

UFORIA KEMERDEKAAN
Oleh : Sahabat Sibookie

Tujuh titik delapan
Terbayang sudah pasukan putih putih berbaris di lapangan
Terlampau sebuah kenangan

Enam titik nol, tidak ada yang terbangun pula
Alarm manja tak kunjung ada
Pasukan malam yang kemarin telat bermimpi
Mungkinkah masih sanggup berdiri

Putih tulang melekat di badan
Melingkar balutan merah di balik kerah
Berjalan tegap hentakkan kaki
Memecahkan keheningan

Teringat belasan tahun silam
Benar, tak bisa tidur semalaman
Mendekap pakaian putih dalam pejaman
Berjalan beriringan kibarkan pusaka

Kupikir mengibarkan pusaka di malam buta
Ah, bangun tidur pun perlu perjuangan
Ditambah sarapan pun sembari berbicara
Asal dengan pujaan jiwa pun tidak apa

Pujaan jiwa telah pergi di pagi buta
Berdiri di siram terik surya bersama yang lainnya
Menyanyikan lagu sang pusaka yang dipuja
Bangga akan kewarganegaraannya

Terkadang ingin berada di posisi mereka
Telah lama tak menyaksikan penaikkan pusaka dengan mata dan raga
Kini, hanya melihat dari layar datar
Ikut bangga kepada generasi muda

Hayolah, tegak saja walau sekadar kata
Tak ada kata tua untuk ikut berbangga
Umur itu cuma angka
Jangan mau kalah dengan yang muda
Baiklah aku pun menghibur diri saja

Siang pun tiba
Gusar tak mereda
Akankah pertanyaan semesta
Soal niat hambaNya untuk negara

Langit-langit menggenggam terik
Sorak teriak peri bumi bercecer
Lapangan membentang terinjakkan kaki perbedaan

Agama dan suku,
Bersatu.
Mayoritas menjadi satu dengan minoritas dalam rasa,
Solidaritas

Dua belas nol,
Pusara pusat ramai kini sepi
Berjarak waktu.
Hari ini bukan tujuh puluh dua tahun yang lalu,
Tidak ada pedang dan cerulit tercecer
Tinggal sisa semangat yang bertarung masa
Tinggal kita yang menjaga semesta

Empat belas titik dua dua delapan
Perang berubah haluan menjulang pulau media
Dibumbui ramainya tank pemikiran
Pun meriam kecemasan
Kita berada di tengah kebarbaran
Di mana bukan hanya sampah bahan pembakaran

Indonesia, 17 Agustus 2017

Link: https://www.facebook.com/671549549697359/photos/a.671596986359282.1073741825.671549549697359/694064434112537/?type=3&theater
----------------------------------------------------------------------------
Dalam menyambut Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia ke-72, Sahabat Sibookie melakukan puisi berantai selama duabelas jam, dimulai dari jam enam pagi hingga enam sore.
----------------------------------------------------------------------------

Ingin mengenal kami lebih dalam, yuk ikuti Sahabat Sibookie,
Follow :
IG : @sahabatsibookie
FB: Sahabat Sibookie

Nah, sekian untuk hari ini, semoga bermanfaat. Sampai jumpa di lain kesempatan. Terima kasih.


Achmad Aditya Avery

Senin, 14 Agustus 2017

Diary Aku dari Aku - Senin, 14 Agustus 2017



Tidak terasa sudah sekitar 3 tahun yang lalu. Tahun 2014, pertama kalinya merasakan bagaimana sebuah puisi yang dibuat dengan harap-harap cemas pun masuk dibukukan bersama dengan ratusan puisi dari penulis hebat lainnya.

Mengherankan juga, ketika mengirimkan dua puisi, satu berbahasa Indonesia dan satu berbahasa Inggris, yang jujur saja modal nekat. Bagaimana tidak, dari SD, SMP, SMA rasanya sulit berdamai pun mendapat nilai memuaskan di pelajaran bahasa Inggris ini. Mendapatkan nilai 65 pun bersyukur sekali. Setidaknya tidak perlu repot remedial.


Kembali lagi, awalnya aku begitu yakin dengan puisi berbahasa Indonesia, waktu itu kuberi judul 'Dandelion', aku pikir puisi tersebut yang masuk ke 150 besar itu. Namun, ternyata puisi yang justru menjadi sarana latihan itulah yang masuk, puisi teraebut berjudul 'Shadow Flower'.

Aku bersyukur, meskipun jauh dari peserta lain yang ada di peringkat atas, puisi mereka sungguh hebat. Aku sungguh berada jauh, jauh, jauh di bawah. Bersyukur pun masih bisa masuk. Alhamdulillah, meskipun dengan catatan ada beberapa grammar yang harus diedit tanpa mengubah makna puisinya, begitu kata salah seorang penyelenggara. Tentu saja, tidak masalah.

Saat buku antologi sampai di tangan, papa dengan polosnya menyambungkan puisi tersebut dengan kegalauan karena seseorang wanita, dia bilang kurang lebih, "Kamu jangan terlalu dalam memikirkan seseorang yang kamu suka, belum tentu dia memikirkan hal yang sama denganmu. Santai saja."

Tidak kusangka, meskipun saat itu aku mengelak. Namun, memang aku memasukan terlalu banyak kegalauan di puisi tersebut dan ternyata pemenang juara bahasa Inggris di masa SMA-nya itu paham apa yang anaknya tulis di sana. Perasaan tidak bisa mengelak bukan? Aku hanya mengangguk malu sembari menikmati deru angin dan danau dengan sandaran pohon kelapa, saat itu di sebuah kolam renang.

Yah, penting tidaknya, puisi tersebut ditulis tak lama setelah sebuah hubungan berakhir. Benar mungkin perkataan beberapa orang, menulis lebih kena kalau sedang galau.

Aku mengerti, tahun 2014, dengan peristiwa itu adalah awal di mana aku mengerti, kemenangan bukanlah sebuah tujuan melainkan sebuah perjalanan.

Tahun berlalu, pijakan pertama itu adalah semangat sekaligus pengingat, bahwa tidak ada yang tidak mungkin, ketika aku futur menulis, aku tatap lagi puisi tersebut dan aku yakinkan diri, bahwa setidaknya aku pernah menikmati dua tempaan sekaligus: kemenangan pun kekalahan. Jadi aku tegaskan ketika menghadapi kompetisi berikutnya, kekalahan bukanlah suatu yang menakutkan,pun itu evaluasi yang menjanjikan. Kemenangan pun bukan suatu yang patut dibanggakan berlebihan, karena itu hanyalah tiket untuk kita melihat ke atas, memusatkan impian, juga tiket untuk mensyukuri nikmatnya perjalanan.

Sekian.
Terima kasih.

Achmad Aditya Avery

Selasa, 08 Agustus 2017

Diary Aku dari Aku - Selasa, 8 Agustus 2017

KELUAR KAU!

Hoi, hoi! Aku dari tadi mendengarnya, santai saja. Ada apa?
Stop!
Kemarin kan kamu baru saja mendengar kalau menulis bisa menghilangkan sekelebat stresmu itu. Aku dengar kamu mau menangis, kamu tahu mengatakan itu hanya akan membuat yang lain menganggapmu lemah.

Tapi, tidak apa-apa sih, memang lemah. Terima saja.
Maksudku, ya sudah. Itu kelemahanmu, kelemahan kita, mau diapakan?
Cengeng! Yay! Seharusnya kita bangga.

Apanya yang patut dibanggakan?

Klasik sih jawabannya, tapi kalau kita sudah menemukan kelemahan, aku pikir itu selangkah lebih maju. Kita menerimanya, tapi tidak pasrah begitu saja. Kalau cengeng ya sudah, cengeng. Makanya sekarang di hari Selasa ini kamu bicara lagi denganku di tempat ini, lewat tulisan. Kamu butuh bentuk fisik kan setelah seminggu menahan sepi dan kesendirian. Tidak usah mengelak. Santai saja.

Lihat tangan kita bergetar dan kamu tidak bisa mengatakan apa-apa. Ada perasaan bersalah yang tidak bisa dijelaskan tentang peristiwa di hari Sabtu, bukan? Oke, aku tidak bisa mengatakan itu tidak apa-apa, aku pun tidak bisa menebak apa yang tersembunyi di balik keceriaannya.

Sudah, ini sudah keputusan kita bukan?
Aku tahu jasad dan hati kita ini masih jauh dari kata sempurna, boro-boro alim, susah, tapi setidaknya langkah yang kita lakukan adalah untuk melindunginya. Kita tidak tahu ke depannya, hati dan pikiran kita itu penuh noda, dan kita pun belum bisa memastikan apa-apa, mau berapa lama? Tidak jelas kan? Kita sama-sama sepakat tidak ingin membuatnya ternoda, walaupun rasanya ingin menampar diri jika sampai setetes air matanya jatuh. Sudahlah tidak perlu bergetar lagi!

Iya... iya... aku paham, kita bahas beralih ke masalah berikutnya. Tentang keputusan, impian, dan masa depan kita yang kocak ini.

Novel kita bagaimana?

Aku sudah pernah bilang waktu menyelesaikan kumpulan puisi, kita sudah memanjat sedikit. Bertahanlah, aku tahu pedih mendengar semuanya, pedih. Menangislah, dalam hati. Seandainya bisa menyewa studio, kedap suara, ruang terkunci dari dalam, tanpa CCTV, dan murah, kita pasti sudah ke sana, menangis sepuasnya, guling-gulingan. Kenyang!

Aku mengkhawatirkan kesehatan badan kita yang sudah mulai aneh ini. Kamu merasakannya kan?
Kocak sekali, cepat sekali kita lelah, pandangan buyar, berasa tidak tidur seminggu. Kepala kita itu kenapa? Badan kita itu kenapa pula? Kendalikan pikiranmu, jangan ditampung sendirian. Sini, lepaskan semuanya, tumpahin!

Aku memang tidak berwujud, tidak empuk bak guling. Jika bisa kita saling berpelukan pasti akan lebih mudah bukan? Kita pernah menangis bersama, dan itu melegakan. Sungguh! Beban seperti menguap lenyap dari tubuh ini.

Sepertinya detak jantung kita sudah agak rileks, dibanding tadi, dibanding kemarin. Kamu itu, kalau enggak kuat senyum, ya sudah jangan dipaksa. Izin saja kalau enggak mau dilihat, ke toilet kek, ke mana kek.

Baiklah, masih ada lagi kah yang mau dibuang?

Baiklah, jika sudah, jangan sungkan untuk kembali berinteraksi lewat media ini.
Selamat istirahat.


Minggu, 06 Agustus 2017

Resensi Buku Out of My Mind; Tentang Melody, Si Cerdas, dan Dunia yang Tidak Dapat Mendengarnya

Resensi Buku Out of My Mind; 
Tentang Melody, Si Cerdas, dan Dunia yang Tidak Dapat Mendengarnya





Out of My Mind

Penulis: Sharon M. Draper

 

ISBN: 978-1-4169-7171-9

Rilis: Copyright 2010 by Sharon M. Draper, First Atheneum Books for Young Readers paperback edition May 2012

Halaman: 295

Penerbit: PT Sinar Star Books

Bahasa Inggris

Blurb

Eleven year-old Melody has photographic memory. Her head is like a video camera that is always recording. Always. And there’s no delete button. She’s the smartest kid in her whole school—but NO ONE knows it. Most people—her teachers and doctors included—don’t think she’s capable of learning, and up until recently her school days consisted of listening to the same preschool-level alphabet lessons again and again and again. If only she could speak up, if only she could tell people what she thinks and knows...but she can’t, because Melody can’t talk. She can’t walk. She can’t write. Being stuck inside her head is making Melody out of her mind—that is, until she discovers something that will allow her to speak for the very first time ever. At last Melody has a voice ... but not everyone around her is ready to hear it.

 

“You’re not so intelligent, sir – you’re just lucky! All of us who have all our faculties intact are just plain blessed. Melody is able to figure out things, communicate, and manage in a world where nothing works right for her. She’s the one with the true intelligence!” (hal 26)

 

Buku Out of My Mind karya Sharon M. Draper, seorang yang tinggal di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat. Penulis yang sangat produktif akan karya serta prestasinya yang luar biasa. Buku Out of My Mind pun mendapat penghargaan di antaranya #1 New York Times bestseller, winner of the 2011 Bank Street College of Education Josette Frank Award, Kirkus Reviews Best Children’s Book of 2010, dan masih banyak lagi.

 

Buku ini bercerita tentang seorang anak yang bernama Melody, yang tidak dapat berbicara, tidak dapat berjalan, tidak dapat makan sendiri, tidak dapat pergi ke toilet sendiri tapi dia memiliki kecerdasan yang luar biasa. Melody seolah dapat merekam apa yang terjadi di sekitarnya, dia mengingat setiap momen, ucapan, lagu, kebiasaan orang tua dan orang-orang di sekitarnya, hingga aroma kopi pagi hari yang bercampur dengan aroma bacon, serta ocehan dari pembaca berita.

 

Melody tidak bisa melakukan setiap hal yang biasa anak normal lakukan. Beruntung ada banyak orang-orang baik di sekelilingnya, yang sangat menyayanginya seperti kedua orang tua dan adiknya yang bernama Penny, anjing kesayangannya yang bernama Butterscotch, dan juga Mrs. Violet Valencia atau yang biasa dipanggil Mrs. V, dan Catherine, dia adalah seorang mahasiswi yang membantu Melody di sekolahnya. Catherine adalah salah satu karakter favorit saya di novel ini, sifatnya baik dan sangat bersahabat, atau mungkin bisa disebut Partner in Crime –nya Melody.

 

“Hi, Dad. Hi, Mom. I am so happy.”

“I love you.” (hal. 138)

 

Sesuatu yang tidak kalah menarik dalam buku ini adalah ketika hadirnya sebuah alat yang disebut Medi-Talker, alat yang dapat membantu Melody untuk bicara lebih leluasa. Melody menamakannya Elvira. Momen mengharukan ketika Melody dapat mengatakan kalimat pertama kepada kedua orang tuanya saat menginjak kelas 5 SD, lewat bantuan Elvira.

 

Buku ini menyimpan banyak nilai kehidupan tentang bagaimana mensyukuri, tentang bagaimana percaya pada suatu hal yang dianggap mustahil oleh orang banyak, tentang perjuangan dalam diam, tentang bertahan dalam frustrasi karena tidak adanya yang mendengar keinginan juga maksud kita akan suatu hal.

 

Kelebihan:

Seperti yang dikatakan sebelumnya, buku ini benar-benar kaya akan nilai kehidupan serta perjuangan, disajikan dengan gaya bahasa yang ringan. Penulisnya pun pernah berhadapan langsung dengan anak-anak luar biasa yang terjebak dalam keterbatasan fisik, mungkin karena itu sang penulis, Sharon M. Draper dapat meletakkan separuh jiwa serta pengalamannya untuk membuat cerita ini lebih hidup. Ditambah sudut pandang orang pertama, yaitu Melody, membuat cerita ini lebih mengena dan dalam. Karakter-karakter di dalam buku ini pun diperankan dengan sangat baik. Tidak heran jika buku ini mendapat banyak penghargaan luar biasa.

 

Kekurangan:

Sejujurnya agak sedikit membingungkan karena ada pengulangan di chapter 1 dan chapter 33 yang merupakan chapter terakhir buku ini, mungkin ada maksud tertentu dari penulis, tapi sepertinya diri ini belum dapat menangkap maksudnya. Ditambah karena buku ini masih dalam bahasa Inggris, ditambah keterbatasan saya dalam hal tersebut, ada beberapa poin yang tidak saya mengerti. Saya berharap bisa membaca versi terjemahan bahasa Indonesianya.

 

Sekian sedikit resensi dari buku Out of My Mind karya Sharon M. Draper ini. Jika ada kalimat yang kurang atau keliru, mohon jangan ragu untuk memberitahukannya. Terima kasih.

Kamis, 03 Agustus 2017

Dua Hari, Satu Langkah, Kita Menyapa, Menyiapkan Masa Depan, Berpisah, Berjuang, dan Pasrah

Dua Hari, Satu Langkah, Kita Menyapa, Menyiapkan Masa Depan, Berpisah, Berjuang, dan Pasrah

Mengikuti genangan
Arus tak pernah sekencang ini
Atau mungkin perasaku saja yang rada-rada
Tak beretika

Tegar hanya hiasan
Mungkin dunia telah banyak berubah ketika itu terjadi
Ketika kita melesat dalam lorong waktu
Berjalan, berlari, menari, atau sekadar menatap mesra radiasi
Kita adalah hiasan dari zaman yang melaju pesat

Kita adalah makhluk paling sempurna
Sisa peradaban dunia
Sekadar untung saja kita tak masuk dalam rahang binatang purba
Dan saling jatuh cinta merasa aman, dunia milik berdua

Kita adalah pelantun perdamaian sekaligus peperangan
Lihat kita kaya akan muka

Kamu yang di sana
Tak bisa kutarik benang untuk mesra
Lihat bagaimana pikiranku berputar menggampar zaman
Berenang dalam waktu yang sembarangan

Kamu yang di sana
Kita akan bertemu kembali atau tidak
Dengan rasa yang sama
Atau sekadar dunia yang sama

Dua hari ke depan adalah asa
Hari berikutnya adalah masa
Di mana perjuangan menjadi doa
Pasrah menjadi bunga
Berpisah menjadi tanahnya

Tinggal saja
Jika aku terlalu lama
Tenggelam dalam mimpi tanpa rasa
Aku akan selalu berdoa

Achmad A. Avery (Dityavery)
Serang, 30 Juni 2017