Tentang Sebuah Batang yang Bercabang, foto oleh Achmad Aditya Avery |
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Itu apa Dit, kok ada Google Maps segala?
Iya Google Maps, aplikasi yang sangat
membantu seorang fakir arah termasuk diri ini. Seriusan, aku mungkin tidak akan
pergi sendirian naik motor jika tidak ada aplikasi ini. Banyak jenisnya, ada
juga yang lebih nyaman menggunakan Waze, dan aplikasi penunjuk arah
lainnya. Tidak apa-apa, tidak usah dijadikan Civil War lagi,
setelah peperangan antara pendukung Chitoge dan Onodera, atau soal bubur ayam
diaduk atau tidak, golongan maniak sambal dan yang tidak, golongan karyawan dan
pengusaha, dan lain sebagainya. Sudahlah, akhiri saja. Berdamailah, kita adalah
satu spesies, yaitu manusia.
Kembali lagi pada topik, kali ini aku ingin membahas
tentang impian dan si aplikasi penunjuk arah ini, apa pun yang kalian gunakan
terserah. Aku menggunakan Google Maps dalam hal ini, karena
RAM tidak kuat menginstal lebih dari satu aplikasi penunjuk arah, smartphone-ku
ini tipe yang setia, tidak ingin mendua, apalagi mentiga. Abaikan.
Lalu, apa kaitannya si Google Maps ini dengan impian? |
Aku mendapatkan ide menulis ini di tengah perjalanan
menuju resepsi pernikahan salah satu junior pun teman seperjuangan di
organisasi mahasiswa, hari Minggu, tanggal 3 September 2017. Selamat menempuh
hidup baru untuk kedua mempelai, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah
warahmah. Aamiin.
Jadi, aku memutuskan untuk mengendarai motor, karena
mantap sekali jika harus ke kampus di Jakarta, sementara acaranya di Tangerang,
dan kebetulan rumahku juga di daerah Tangerang. Seingatku estimasi perjalanan
sekitar satu jam kurang sekian menit, tapi tetap saja estimasi hanyalah
estimasi, belum ditambah macet dan lambatnya diri ketika mengendarai motor.
Pikiran ini memang kadang suka nakal entah kenapa,
setiap ingin menulis selalu saja ide pergi entah ke mana, Hawai mungkin, atau
Meikarta, atau survei reklamasi di planet Saturnus. Entahlah. Namun, giliran
waktu tidur, badan drop, saat di toilet, atau ketika di perjalanan, si pikiran
ini kembali lagi ke kediamannya. Memasak ide-ide aneh yang membuat mata
terpejam tapi nyawa bergentayangan di atas kasur, pun ketika mata fokus pada
jalanan, si pikiran ini seolah menari di hadapan. Beruntung tidak ikut menari di
jalan, motornya.
Google Maps, saat kudengar suara
wanita imut tanpa bentuk, yang bawel luar biasa, yang di setiap putaran selalu
saja menyuruhku memutar balik, lalu aku mengabaikannya dan si doi ini
menyuruhku kembali berbelok entah ke mana, tapi aku tetap memilih lurus. Kepala
batu.
Itulah poin tidak pentingnya. Aku berpikir, lalu
mengaitkannya dengan proses dalam mencapai cita-cita, impian, keinginan, apa pun
namanya dengan saran arah yang diberikan si wanita tak berbentuk dari Google
Maps ini. Ya, entahlah kalau di aplikasi lain, mungkin suara
bapak-bapak atau anak kecil, asal bukan suara kucing, bebas saja.
Menurutku, ada beberapa jenis manusia dalam menyikapi
perjalanan meraih impiannya. Pertama-tama mari kita anggap tujuan atau impian
kita adalah titik lokasi yang kita ingin tuju di peta Google Maps.
Lalu saran dari si imut tak berwujud adalah saran, rujukan, pendapat, ajakan,
bahkan paksaan dari orang-orang terdekat maupun yang ada di sekitar kita, yang
memengaruhi keputusan kita dalam mencapai impian. Sederhana bukan?
Tipe Pertama: Orang yang Mengikuti Sepenuhnya Arahan
Miss Google Maps
Dia adalah yang penuh pertimbangan dalam menjalankan
hidupnya. Bisa saja dia memiliki impian yang ingin dicapai, tapi dia percaya
kepada orang yang lebih dahulu berkecimpung di dalamnya, atau mungkin keluarga
pun teman dekatnya. Ketika dia memulai melangkah, dia akan mendengarkan pun
mengikuti beragam saran yang diberikan.
Dia yang sepertinya tidak selamanya salah, dalam arah
yang ditunjukkan si Miss Google Maps, bisa saja itu adalah jalan tercepat
menuju tujuan, tapi terkadang juga si Miss Google Maps ini hanya membawa kita
berputar-putar apalagi jika kita tidak tahu medannya. Jadi kesimpulannya, saran
yang diberikan orang-orang sekitar bisa jadi itu adalah jalan terbaik dan
tercepat, tapi bisa juga jalan tersebut hanya membuat kita semakin bingung dalam
menentukan keputusan ke depannya. Pengalaman demi pengalaman akan membuatmu
terbiasa memilih mana saran yang baik buat hidupmu, mana saran yang sebaiknya
cukup untuk didengar saja.
Tipe Kedua: Orang yang Tidak Mengikuti Saran Arahan
dari Miss Google Maps
Dia adalah si petualang liar, penguasa medan. Dia
mungkin sudah mengalami beragam pengalaman, uji coba, pun berulang kali
tersesat tak tahu jalan pulang. Dia bisa saja yang dari awal sudah menentukan
pilihan hidupnya ingin ke mana, untuk itu dia selalu mencoba cara apa pun yang
berhubungan dengan impiannya. Tanpa peduli orang di sekitar ingin berkata apa.
Kemungkinan sukses pun gagal selalu saja ada, tapi kegigihannya untuk mencapai
impian, membuatnya kebal akan gagal. Seiring banyaknya perjalanan dan
pengalaman, dia tidak ragu lagi untuk melangkah. Tanpa melihat peta, dia tahu
ke mana membawa diri untuk menggapai impiannya. Kepercayaan dari orang sekitar,
apalagi keluarga, bisa saja berperan penting di dalamnya.
Tipe Ketiga: Orang yang Mengikuti Sebagian Arahan dari
Miss Google Maps
Dia yang tidak menguasai medan meski tujuannya berada
dekat di sekitarnya. Dia yang memiliki impian tapi tidak tahu apa yang terjadi
ke depannya. Dia mengabaikan saran dari orang-orang sekitar selama dia yakin
akan jalannya. Seperti yang kubilang sebelumnya, Miss Google Maps yang kadang
menyuruh memutar balik. Dia yakin jalan lurus pun akan sampai ke tujuan, tanpa
peduli putar balik adalah jalan yang tercepat.
Dia tidak begitu percaya apa yang dikatakan orang
lain, mungkin karena pengalaman pahit, setelah memercayai pendapat orang pun
membuatnya tersesat lebih jauh, alhasil dia harus mengulang kembali dari awal.
Salah jurusan, atau sebagainya.
Dia hanya ingin mendengar pendapat dari seorang yang
mereka percaya. Memberi tahu jalan hidupnya kepada orang yang bertentangan
jalan adalah sesuatu yang menyiksa, yang tidak paham akan dirinya, apalagi
menghina keputusan yang diambilnya. Dia hanya membutuhkan arahan ketika memang
tidak tahu lagi harus melakukan apa, tidak tahu lagi langkah selanjutnya, untuk
itu mereka membutuhkan seorang pendukung yang percaya akan dirinya. Pemilik
impian yang sama akan membantunya untuk memilih maju dan percaya, untuk
melanjutkan perjalanan dibanding memutar balik. Miss Google Maps pun tak
selamanya menyuruh untuk memutar balik ketika dirasa rute lurus sudah lebih
dekat dengan tujuan, dia akan berbalik mendukung pun mengikuti rute yang
dipilih tipe ketiga ini.
Akhir kata, apa pun jalan yang kita pilih, kita tetap
membutuhkan dukungan, apa pun sifatnya, baik itu mendukung dengan memberi saran
terbaik, pun dengan membiarkan kita menikmati perjalanan, tentang kepercayaan,
dan mengantarkan dengan manis tepat di belakang, apa pun yang terjadi.
Perjuangan tentu tidak pernah lepas dari terwujudnya impian kita, bahkan untuk
sampai ke lokasi, aku pun harus berjuang paling tidak percaya pada si Miss Google
Maps ini, berjuang melihat peta sepanjang perjalanan, memilih dan percaya pada
jalan yang diambil, dan yang lebih penting berjuang untuk memulai mengaktifkan
Miss Google Maps, lalu berangkat tak peduli ke depannya akan sampai tujuan
dengan lancar atau tersesat, pun kita masing-masing punya pilihan jika
tersesat. Menelepon rekan atau kembali ke rumah dan meminta maaf tidak bisa
hadir.
Jika ada kata yang kurang berkenan, aku mohon maaf
sebesar-besarnya. Sekian tulisan hari ini, semoga bermanfaat. Terima kasih.
Salam,
Achmad Aditya Avery