Kibor Berusia Sepuluh Tahun
Sebagai seorang penulis, kibor adalah elemen penunjang untuk menjalani aktivitas menulis dengan baik. Kibor adalah perangkat yang terbilang penting untuk bisa membuat aku menulis di komputer atau laptop.
Dua hari yang lalu, Jumat
tepatnya. Aku ke Tangerang dengan niat awal untuk mengambil sandal dan sepatu,
karena sandal yang kupakai sekarang sudah mangap dan kurasa harus disol. Aku
juga butuh sepatu untuk olahraga di sini dan untuk keperluan lain seperti panggilan
kerja misalnya.
Seperti biasa sampai di sana,
aku langsung mengetik. Niat terselubung pergi ke Tangerang juga untuk
menenangkan diri sekaligus memikirkan langkah berikutnya mau bagaimana? Jadi
aku memutuskan untuk kembali aktif menulis blog.
Keesokan harinya, saat aku menulis
tulisan untuk TBM Komunitas Capung Kertas, aku merasa kibor laptopku mulai
tidak enak, tepatnya di tombol shift. Sulit sekali untuk membuat tanda
tanya seolah butuh usaha lebih untuk menekan tombol tersebut.
Aku berpikir sepertinya aku
butuh kibor eksternal, karena khawatir jika terus menggunakan kibor laptop, kerusakannya
akan lebih parah. Bisa-bisa harus ganti kibor laptop yang harganya mungkin bisa
300 ribuan.
Aku memang punya kibor eksternal
kecil warna merah, tapi hurufnya sudah hilang-hilangan. Sudah kutempelkan
stiker huruf juga tapi entah stikernya kurang bagus atau aku yang pakai
kibornya ugal-ugalan, huruf stikernya juga hilang. Stikernya pun sulit dilepas,
mau beli stiker lagi rasanya kurang efektif. Jadi, aku berencana membeli kibor
eksternal yang baru.
Niat awal di hari Sabtu sebenarnya
adalah nongkrong sama sahabat baikku. Namun, karena rencana beli kibor ini, aku
justru mengajaknya untuk menemani beli kibor. Kalau dia mau. Namun, siapa sangka
jawabannya sungguh menenangkan.
“Jangan beli kibor dulu, gue ada
nih kibor enggak kepakai. Mau coba dulu?”
Tentu saja, aku tidak menolak
rezeki ini karena ya dilihat dari kondisi keuanganku, kibor gratis apa pun
bentuknya akan sangat membantu, yang terpenting kibor itu berfungsi dengan baik
sudah cukup untukku.
Akhirnya sore di hari Sabtu
itu, aku ke rumah sahabatku itu, dan siapa sangka si kampret baik hati dan
tidak sombong, dan rada sableng satu ini memberikan sesuatu yang tidak terduga:
kibor gaming!
Kibor yang bisa menyala dengan
warna RGB, salah satu fiturnya jika kita tepuk tangan dia akan nyala. Buset,
keren sih ini. Bukan rezeki lagi ini namanya, rezeki nomplok.
Kardus besar itu dibuka, yang
kuyakin enggak bakal muat dibawa pakai tasku yang sekarang. Memang sedikit
berdebu, maklum sudah lama tidak terpakai. Fakta luar biasa lain yang tidak
kalah penting adalah kibor ini sudah berumur sepuluh tahun lamanya. Gila,
betapa apiknya ini anak merawat barang. Sepuluh tahun masih berfungsi dengan
baik dan bisa dibilang masih bagus banget ini kibor.
Setelah dibersihkan dan dijajal
di laptop. Wah, ini enak banget ngetiknya, walaupun suaranya kencang tapi aku
suka. Jadi, terdengar gitu ‘kan kalau aku lagi ngetik. Ketahuan kalau aku lagi fokus
nulis.
Bungkus!
Ya, benar rupanya tidak muat
di tas. Akhirnya aku akal-akali dengan menutupnya dengan rain coat untuk
tas. Rasanya seperti membawa wadah biola. Kami tertawa.
Acara nongkrong kami pun bisa
terlaksana, kami memutuskan untuk pergi ke Tomoro dan membeli paket hemat kopi
dan rotinya. Sebelumnya seperti biasa sesi curhatan panjang lebar kali tinggi
berlangsung kurang lebih selama mungkin satu sampai dua jam, aku lupa seberapa
banyak aku bicara sementara dia asyik main game online.
Pertemuan kami hari itu
diakhiri dengan makan tahu dan otak-otak di pinggir jalan, lalu nongkrong
sambil mikirin hidup. Setelah itu kami pulang.
Akhir kata, terima kasih pemberian
kibornya, Bro. Seperti yang lu bilang, semoga sepuluh tahun yang akan datang,
kibor ini masih berfungsi dan bisa diwariskan ke orang yang lebih membutuhkan.
Achmad Aditya Avery
Jakarta, 16 Februari 2025
Komentar
Posting Komentar