Berkarya Lebih Lama Bukan Berarti Tidak Pernah Membuat Kesalahan

Jadi, tulisan kali ini terinspirasi dari komentarku di salah satu karya teman komunitas, dua tahun yang lalu. Kurang lebih aku berkomentar, ada sebuah kata yang tidak perlu ditulis kapital. Umur-umur segitu memang lagi doyan-doyannya kasih komentar di tulisan orang ditambah posisi saat itu mengharuskan aku untuk berkomentar, entah sebagai juri atau sebatas wajib memberi feedback setelah membaca.

Baru saja aku kembali ke situs oranye tersebut, lalu melihat komentarku disanggah oleh seseorang, katanya kata tersebut memang seharusnya dikapital. Setelah kulihat memang ada benarnya, karena kata tersebut merupakan kata sapaan.

Di sinilah kedewasaan penulis diuji. Apakah kamu akan berdebat panjang, padahal sudah tahu kamu salah atau secara sederhana menerima komentar tersebut dan berterima kasih karena sudah diingatkan?

Syukur Alhamdulillah, aku pilih menerima komentar tersebut dan berterima kasih.

Semakin lama aku di dunia literasi, aku mengenal banyak orang. Kadang kita tidak selalu benar meskipun posisi kita sebagai juri misalnya. Aku pun belajar bahwa sastra sama seperti seni, dia bebas dan tidak bisa semuanya kita bakukan. Ya, karena itulah peradaban manusia terus berkembang.

Berkarya lebih lama bukan berarti tidak pernah membuat kesalahan. Kesalahan itu wajar kok, keliru itu ya bisa terjadi, karena pada dasarnya kita manusia. Untuk itulah tercipta adanya diskusi, untuk melihat mana yang benar. Jika kita berada di pihak yang salah, ya sudah, bukan berarti kita hina kok.

Untuk itulah penulis terus belajar untuk menciptakan karya sebaik mungkin yang nyaman untuk dinikmati para pembaca. Adapun soal kesalahan-kesalahan kepenulisan, biarlah diingatkan dalam bentuk kritik dan saran. Biarkan pembaca memberi tahunya dan kita tinggal menerima, mengeditnya jika masih bisa, serta berterima kasih, sesederhana itu.

Kritik dan saran seharusnya memang dilakukan secara sopan dan tidak dengan bahasa yang seolah menyerang. Biar kita yang baca juga enak gitu, ‘kan?

Terus kalau kita salah, ya sudah enggak usah diperpanjang dan ujung-ujungnya jadi drama. Banyak begitu, ‘kan?

Merasa sudah jadi master di dunia kepenulisan, sering jadi juri, sering kasih materi, tapi ketika dia diberi komentar yang tidak setuju dengan pernyataannya. Bukannya belajar dari sana, kalau bisa baca-baca lagi apakah benar demikian, justru balik menyerang.

Ini bukan tentang dunia sastra yang bebas. Memang aturan itu ada dan dalam kondisi tertentu kita memang lebih baik mengikutinya, bukan untuk keren-kerenan, tapi agar tulisan kita enak untuk dibaca.

Semua ini adalah tentang kedewasaan kita. Semakin lama kita terjun dalam dunia tulis-menulis, seharusnya kita sudah biasa menerima kritik dan saran. Mulai dari yang santai sampai yang paling menyakitkan, semua itu seharusnya membuat kita matang dan dapat menerima masukkan dengan lapang, bukan malah semakin denial dan merasa paling ahli sendiri.

Tidak, bukan seperti itu. Karya kamu, karya kita, boleh saja banyak dan boleh saja waktu yang kita berikan untuk berkarya lebih lama dari yang lain, tapi bukan berarti kita tidak pernah sekali saja berbuat kesalahan.

Kesalahan seperti salah ketik, tidak sesuainya tanda baca, huruf kapital, dan lain sebagainya, ada untuk menjadi bahan diskusi dan untuk diingatkan. Bukan untuk dirundung, dibicarakan berlebihan.

Ibaratnya kita manusia melakukan kesalahan-kesalahan umum, seperti lupa mengerjakan PR atau lupa membayar kopi di minimarket. Kesalahan itu ada untuk diingatkan, bukan untuk jadi bahan omongan 365 hari ke depan.

Penulis adalah pembuat kata-kata, bukan pembuat drama. Fokus pada penciptaan karya, bukan fokus berkomentar tanpa diminta. Jika kita menjadi juri pun, fokus pada bagaimana cara supaya karya tersebut lebih baik, bukan mencari seberapa banyak kesalahan yang diperbuat.

Sekian, tulisan kali ini. Terima kasih sudah membaca.

 

Achmad Aditya Avery

Jakarta, 18 Februari 2025

Komentar

  1. Setuju, Kak. Masukan yang baik memperkaya pengetahuan kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Kak, tetap rendah hati dan menerima masukkan yang baik untuk sama-sama berkembang.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas Literasi untuk Perkembangan Anak bersama TBM Capung Kertas

Kibor Berusia Sepuluh Tahun