Kamis, 29 Desember 2022

Tulisan Tentang Perundungan

Tulisan Tentang Perundungan

Kali ini aku mau nulis tentang perundungan atau bullying.
Jadi, ada beberapa karyaku yang membicarakan perundungan ini. Misalnya dalam buku Anggap Saja Kucing Liar, ada puisi:

Masa Suram

Dua tahun sekolah seolah penjara
Dua tahun sekolah seolah mangsa
Apa indah sebuah trauma?
Cukupkah kudoakan karma atas mereka?

Aku mengerti, dendam tak bisa lepas begitu saja
Tapi rusak hati, peduli mereka?
Benci sudah melihat penindas meski sudah coba lupa
Bibit sok jagoan, menjamur hancur generasi berikutnya

Penindas, bukan soal melatih mental, teori tak keruan
Penindas berbeda dari latihan kepemimpinan
Penindas hanya pencetak drama tanpa kegunaan
Di mana yang lemah harus tunduk peraturan

Penindas, tidak peduli di mana pun mereka
Sejujurnya, tak perlu kukatakan, benci sebenci-bencinya
Mewakili jeritan dari setiap orang yang pernah mengalaminya
Bukukan kenangannya, karma pun tak guna

Biar dunia belajar kenyataan yang ada
Di balik keindahan sebuah merdeka
Di balik hangat kopi para saksi yang tak peka
Tenang, menyesal saja, atau kami muncul bersama angkara

Achmad Aditya Avery.
(Tangerang, 29 September 2016)


Sama satu lagi ada di kumpulan puisi Abstrave, di puisi:

Karma yang Pantas

Suatu waktu kumerenung di pojok kelas
ketakutan dan tidak berdaya
mata yang tajam dan merendahkan
dan banyaknya jumlah mereka
juga kekarnya otot-otot mereka

Perundungan adalah tahi
Dan orang-orang yang melakukannya
tidaklah lebih suci dari tahi
Dendam?
Hah? Kau bercanda?
Aku sudah menyumpahi mereka mati
Karma yang pantas untuk mereka
hanyalah mati.

Achmad Aditya Avery
Tangerang, 9 Juli 2021


Seram ya puisinya?
Tapi serius, perundungan lebih parah dari itu. Aku merasa, puisi itu masih kurang bisa mewakili perasaanku saat dibully dulu.

Aku mengalami perundungan sebenarnya dari zaman SD, pertama dari teman-teman di kompleks rumah, yang ya sudah main keroyokan, tapi enggak tahu kenapa ujungnya baikan lagi, ribut lagi, baikan lagi. Namun, waktu itu bisa dibilang masih berani aku hadapi, bahkan pernah aku samperin rumahnya dan ngamuk di sana.

Tingkat berikutnya, dipalak sama teman SD. Ini lumayan parah dan cukup mengintimidasi, tapi aku masih dapat dukungan yang cukup dari teman-teman yang lain. Meski di akhir, aku hampir minta pindah sekolah, tapi akhirnya aku sanggup melewatinya.

Ketika SMP, aku pindah sekolah, ke tempat yang aku kira sedikit bagus tapi ternyata di sanalah neraka yang sesungguhnya.

Dua tahun serasa penjara, itu yang aku katakan di puisiku karena benar adanya. Kelas 1 dan 2 SMP seperti neraka buatku. Kalau kamu mau, aku bisa menceritakannya. Namun, yang aku rasakan sampai sekarang adalah dendam. Boro-boro untuk berprestasi, bisa melewati hari di sekolah saja sudah syukur. Makanya persetan dengan ranking, enggak peduli aku waktu itu. Di kepalaku hanya ada kebencian yang diracik dalam ketakutan.

Untung saja di kelas 3, banyak dari pembully itu dikeluarkan karena suatu kasus dan aku sedikit bebas meski tersisa beberapa bajingan yang menggangguku. Namun, aku bersyukur kelas 3 SMP bisa mulai mempunyai teman dan ya bisa bermain layaknya siswa pada umumnya. Bahkan saking asyiknya, UN pun nyaris tidak aku pedulikan.

Waktu SMA (masih satu sekolah), aku mendapatkan kehidupan sekolah yang normal dan baik untungnya. Meski yang dulu SMPnya satu sekolah tidak ada yang mengenalku, karena boro-boro bergaul dan berteman dengan anak-anak lain, tidak terpikirkan. Temanku saat SMP hanya yang satu penderitaan denganku dan teman-teman di ekskul silat.

Intinya, perundungan ini masalah serius yang harus diperhatikan baik murid dan guru, juga pihak sekolah. Sampai sekarang, saat aku melihat ada video atau rekaman orang dibully, serius rasanya ingin menonjok wajah orang yang membully. Dendam itu masih ada dan tidak akan pernah selesai.

Jadi, jangan memintaku untuk tidak menyimpan dendam jika kamu tidak pernah merasakannya.

Untuk yang sudah membully aku, kita mungkin enggak akan ketemu di dunia, tapi aku akan menagihnya di akhirat. Tidak akan ada rido dariku untuk kesuksesanmu baik di dunia maupun di akhirat. Tulisan ini adalah saksinya.

- Achmad Aditya Avery.
Tangerang, 29 Desember 2022

Kamis, 13 Oktober 2022

5 Cara untuk Lebih Mencintai Diri Sendiri

 

5 Cara untuk Lebih Mencintai Diri Sendiri

 

Mencintai diri sendiri memanglah tidak mudah. Apalagi ketika kita terbayang-bayang akan luka atau penyesalan yang mana kita menganggap bahwa diri sendirilah biang dari luka atau penyesalan tersebut.

Lalu bagaimana caranya agar kita lebih mencintai diri sendiri?

Mungkin, masing-masing orang memiliki caranya sendiri untuk lebih mencintai dirinya. Namun, di sini aku ingin membagikan beberapa cara untuk lebih mencintai diri sendiri, yaitu di antaranya:

  1. Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Poin ini cukup penting karena ketika kita sudah membandingkan kebahagiaan kita dengan orang lain, kita akan kehilangan kontrol atas kebahagiaan kita sendiri.

Misalnya saja, ketika kita melihat orang lain sudah memiliki anak, kita akan menganggap bahwa kita ini makhluk paling sial di dunia ini. Padahal jika kita bisa mengontrol kebahagiaan kita sendiri. Kita masih bisa bersyukur kalau kita masih bisa menikah atau menjalani suatu hubungan yang serius atau bahkan diberikan pasangan yang setia.

  1. Jangan terlalu keras kepada dirimu sendiri.

Terkadang kita terlalu keras sama diri sendiri. Misalnya ketika kita melakukan suatu pekerjaan, kita menuntut hasil yang sempurna. Namun, ketika tidak mencapai kesempurnaan itu, kita malah mencaci atau bahkan membenci diri sendiri. Ketidaksempurnaan adalah hal yang wajar bagi manusia. Lakukan yang terbaik dan serahkan hasilnya kepada Tuhan.

Atau ketika kita lelah, maka istirahatlah. Beri waktu kepada diri sendiri untuk memulihkan diri. Robot sekali pun butuh pemulihan dan perawatan, bukan? Apalagi kita, manusia. Sekali lagi, don’t be so hard on yourself ya.

  1. Jangan terlalu sering membuka media sosial.

Kenapa sih kok enggak boleh sering-sering buka media sosial?

Karena di sana banyak sekali bahan yang mengarah ke poin satu di atas tadi yaitu membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Kita begitu banyak melihat kemegahan, kemewahan, yang mungkin kita sendiri tidak bisa untuk mencapainya.

Dampak buruknya apa? Kita akan merasa insecure, selalu ingin menjadi sempurna, dan jauh dari rasa syukur. Selalu ingin menjadi rupawan, selalu ingin pergi ke berbagai tempat yang hits, selalu ingin menjadi pusat perhatian, selalu ingin viral. Dan ya, bisa saja kita akan terus didesak untuk menjadi follower atau pengikut dibanding menjadi yang diikuti. Terus juga, waktu kita terbuang cukup banyak, jadi waktu untuk kita berkarya semakin berkurang.

  1. Berikan hadiah kepada diri sendiri atas apa yang sudah dicapai.

Senang dong pasti kalau dikasih hadiah. Apalagi ketika kita habis mencapai sesuatu yang susah untuk dicapai. Nah, begitu juga diri kita sendiri. Dia akan senang ketika dia melakukan sesuatu yang baik atau mendapat prestasi apa pun itu terus kita kasih hadiah. Enggak usah mahal-mahal, beli es krim misalnya atau makanan kesukaannya. Mungkin juga bernyanyi bersamanya atau menulis puisi untuknya. Yuk, jangan lupa kasih hadiahnya ya!

  1. Berbuat baik kepada sesama manusia.

Berbuat baik itu banyak manfaatnya loh. Apalagi di masa sulit seperti ini, banyak orang yang dikeluarkan dari pekerjaannya, tidak mendapatkan uang untuk biaya sehari-hari, ditambah musibah di mana-mana. Aku rasa sedikit harta dari dompet kita sendiri tidak akan membuat kita tidak makan. Ada kebahagiaan tersendiri ketika kita melihat orang lain bahagia. Ya, aku harap semuanya bisa berkecukupan dan bahagia.

Baiklah, itu adalah lima cara untuk lebih mencintai diri sendiri. Semoga bermanfaat ya. Sampai jumpa.

Kamis, 22 Juli 2021

Episode 6 – Membunuh Shaneila

 

Episode 6 – Membunuh Shaneila

 

Di persimpangan jalan

Antara Hutan Sepi dan Jurang Ketidakpastian

Shaneila berdiri, menatapku, penuh kekecewaan

“Aku selalu tahu apa yang kau pikirkan,” ucapnya pelan

 

Dia mengalihkan pandangan

Lalu berjalan

Menuju Jurang Ketidakpastian

Dan kulihat, semua makhluk menatap kami heran

 

Kucing bertelinga kelinci yang sedang bermain catur

Awan setengah baya yang sedang menikmati kopi pagi

Pepohonan yang sedang bermain petak umpet

Semua kembali menghadapi hampa, bengong tiba-tiba

 

Sepasang sepatu yang kembali kasmaran

Karena sebulan lalu salah satunya terjatuh di empang

Hingga seorang kupu-kupu bersayap kelelawar datang menemukan

Mereka kembali lupa setiap kenang

 

Senandung katak dan tarian buaya taring lunak, pelipur lara

Kini, sang katak mati diterkam buaya, tak bersuara

Boneka beruang raksasa yang biasa memeluk lembut dan suka menyapa

Kini melukai pun memakan setiap makhluk di hadapannya

 

Buku tentang ruang imaji

Yang dipeluk Shaneila kini

Terbakar seiring embus napas yang semakin berat lalu berhenti

Seiring kulihat, dadanya tertancap kayu runcing yang dipegang tangan ini

 

Dia (Shaneila) tersenyum tenang

Hanya tersenyum tenang

Menatap langit magenta yang perlahan menghilang

Ruang imaji, kembali menjadi kamar sepi tanpa tenang


Achmad Aditya Avery

Kamar Sepi Tanpa Tenang, 16 Juli 2018