Jumat, 10 Juni 2016

Diary Air Mengalir - Depresi Tak Beralasan

Dear Diary,
Tulis mereka di setiap buku catatan yang mereka miliki. Sarana melemparkan setiap perasaan yang dialami di setiap harinya. Berapa kali buku harian itu mampir, si biru, si merah muda, kutulis setiap yang kurasakan di sana. Beberapa hari tak sampai seminggu, aku berhenti. Selalu begitu.

Beberapa lama kemudian, entah beberapa minggu atau bulan kemudian, kutemukan buka harianku terhimpit bersama buku-buku raksasa lain. Kuberpikir untuk menyelamatkan buku harian kecil yang mungil itu. Kubuka lembaran demi lembaran, tak sampai habis, aku pun berbicara pada diriku sendiri, "Mengapa aku menulis semua ini?"

Kuberikan nama pada buku harian tersebut, berharap aku dapat berbicara padanya, berbicara padanya, ya berbicara padanya.

Oh, separah itukah sepi yang ada? Sampai-sampai harus berbicara pada buku harian kecil yang dalam khayalku buku itu berdiri, terbang ke arah wajahku, mengelus pipi ini dengan lembaran-lembaran layaknya tangan.

Sampai detik meraih detik lainnya, cerita cinta yang ada tak kunjung berjalan. Seperti drama file dengan internet, kisah tragis file yang mati di tengah jalan bersama matinya jaringan internet. Itulah kisah yang kebanyakan kutulis di sana.

Lembaran-lembaran putih bergaris hitam layaknya baju tahanan di beberapa film. Ya, lembaran-lembaran itu telah memenjarakan semuanya, kisah-kisah menyedihkan, kasih yang tak pernah sampai karena anggapan bahwa kemungkinan yang ada bagaikan langit dan bumi.

Tentu saja tidak akan pernah sampai jika kita berpikir demikian. Untuk itu belajarlah, buat pesawat dan jemput dia yang berada di langit. Jangan diam saja, meringkuk di kamar, mendengar lagu sampai depresi. Ya tentu sekali pun kisah cintamu berada di depan matamu, tak akan pernah tergapai.

Diary, aku mungkin sedikit merindukanmu, mengelitik lembaran-lembaran halus dengan pena, sambil tersenyum sendiri di heningnya malam. Menjelang tidur, untuk merayakan setidaknya 1% keberhasilan yang kubuat hari ini.

Diary, menulis di tubuhmu laksana setiap perasaan menyaksikan apa yang kutulis. Mereka menyuruhku menulis sebebas-bebasnya. Jika aku malu untuk membacanya, aku tinggal menutup atau melipat lembaran tersebut, dan menulis di lembaran lainnya. Jika aku benci akan kenangan yang kubuat sendiri, kutinggal merobeknya.

Diary, aku bukan teman yang baik untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar