Episode 5 – Pengantar Surat Itu: Puisi
Sebelum datang
delapan Juli, dua ribu delapan belas
Aku mengunjungi
batu tempatmu dulu duduk termangu
Sambil menatap
hujan kopi hitam yang telah menjadi ampas
Shaneila duduk di
samping batu, seolah duduk bersamamu
Kau harus
membawanya kembali
Atau jika tidak,
pastikan kau hancurkan ruang imaji dan semua
Aku tidak suka
langit menumpahkan kopi
Tanpa pernah
tanah menyiapkan cangkir untuk menampungnya
Shaneila masih
mengoceh tanpa sedikit pun beranjak dari tempatnya
Suara bersahutan
dari balik semak di sekitar kita
Sekawanan kucing
liar menatap tajam, tak beretika
Menyampaikan
pesan, bahwa rindu harus segera dipeluk atau dikubur begitu saja
Mereka mengeong
dan entah kenapa aku mengerti apa yang dikatakan
Aku diminta untuk
membalas pesan rindu darinya
Lautan yang dulu
aku cinta dan kini pun masih demikian
Meski sulit, aku
coba percaya pesan rindu itu dibuat khusus untukku saja
Aku membalas,
semacam sinyal SOS melalui kucing-kucing itu
Bersama mereka
kusampaikan pesan ke udara
Kucing-kucing itu
menghilang dalam sebuah lagu
Yang dinyanyikan
katak pemain drama
Buaya bergigi
lunak pun datang
Memanjakan kepala
ini dengan pijat giginya
Shaneila
tersenyum girang,
“Akhirnya, kau
melakukan hal yang semestinya.”
Achmad Aditya Avery
Ruang Imaji, 9 Juli 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar