Kamis, 22 Juli 2021

Episode 5 – Pengantar Surat Itu: Puisi

 

Episode 5 – Pengantar Surat Itu: Puisi

 

Sebelum datang delapan Juli, dua ribu delapan belas

Aku mengunjungi batu tempatmu dulu duduk termangu

Sambil menatap hujan kopi hitam yang telah menjadi ampas

Shaneila duduk di samping batu, seolah duduk bersamamu

 

Kau harus membawanya kembali

Atau jika tidak, pastikan kau hancurkan ruang imaji dan semua

Aku tidak suka langit menumpahkan kopi

Tanpa pernah tanah menyiapkan cangkir untuk menampungnya

 

Shaneila masih mengoceh tanpa sedikit pun beranjak dari tempatnya

Suara bersahutan dari balik semak di sekitar kita

Sekawanan kucing liar menatap tajam, tak beretika

Menyampaikan pesan, bahwa rindu harus segera dipeluk atau dikubur begitu saja

 

Mereka mengeong dan entah kenapa aku mengerti apa yang dikatakan

Aku diminta untuk membalas pesan rindu darinya

Lautan yang dulu aku cinta dan kini pun masih demikian

Meski sulit, aku coba percaya pesan rindu itu dibuat khusus untukku saja

 

Aku membalas, semacam sinyal SOS melalui kucing-kucing itu

Bersama mereka kusampaikan pesan ke udara

Kucing-kucing itu menghilang dalam sebuah lagu

Yang dinyanyikan katak pemain drama

 

Buaya bergigi lunak pun datang

Memanjakan kepala ini dengan pijat giginya

Shaneila tersenyum girang,

“Akhirnya, kau melakukan hal yang semestinya.”


Achmad Aditya Avery

Ruang Imaji, 9 Juli 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar